Thailand Membubarkan DPR dan Kembalikan Kekuasaan ke Rakyat

foto/istimewa

sekilas.co – Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, mengumumkan rencana untuk membubarkan parlemen dan mempercepat jadwal pemilihan umum (pemilu), yang sebelumnya direncanakan lebih lambat. Anutin menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk mengembalikan kekuasaan kepada rakyat.

Pada Jumat (12/12/2025), Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, mengesahkan dekrit yang membubarkan parlemen, seperti yang diumumkan dalam Lembaran Negara Kerajaan. Keputusan ini membuka jalan bagi pemilu yang lebih awal, yang menurut undang-undang harus dilaksanakan dalam waktu 45 hingga 60 hari ke depan.

Baca juga:

Juru bicara pemerintah Siripong Angkasakulkiat kepada Reuters menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah terjadi kebuntuan politik dengan Partai Rakyat, yang merupakan blok terbesar di parlemen.

“Langkah ini diambil karena kami tidak dapat melanjutkan agenda di parlemen,” kata Siripong, merujuk pada ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan dalam legislatif yang telah menghambat agenda pemerintah.

Perpecahan Politik di Tengah Konflik Perbatasan

Langkah pembubaran parlemen ini diambil di tengah ketegangan politik yang meningkat, saat Thailand juga terlibat dalam pertempuran sengit dengan Kamboja sepanjang perbatasan kedua negara. Bentrokan yang berlangsung selama empat hari berturut-turut ini mengakibatkan sedikitnya 20 orang tewas dan hampir 200 orang terluka, dengan pertempuran yang melibatkan baku tembak artileri dan serangan udara di lebih dari 10 lokasi.

Namun, Anutin menegaskan bahwa langkah pembubaran parlemen ini tidak akan memengaruhi operasi keamanan di sepanjang perbatasan. Ia mengatakan pada Rabu (10/12) bahwa pengerahan militer akan terus berlanjut tanpa gangguan.

“Saya mengembalikan kekuasaan kepada rakyat,” tegasnya melalui media sosial.

Dampak Ekonomi dan Ketidakpastian Politik

Sejak menjabat sebagai Perdana Menteri pada Agustus 2023, Anutin menghadapi tantangan besar dalam menstabilkan ekonomi Thailand yang tertekan akibat tingginya utang rumah tangga, konsumsi yang lesu, serta dampak dari tarif tinggi yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Ketidakpastian politik ini semakin menambah beban pada ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut.

Anutin sebelumnya merencanakan pembubaran parlemen pada akhir Januari 2026, dengan pemilu yang dijadwalkan pada Maret atau awal April. Namun, dengan adanya pembubaran ini, pemilu akan dilaksanakan lebih cepat dari yang diperkirakan.

Tension Internal Koalisi Pemerintahan

Partai Bhumjaithai, yang sebelumnya menjadi bagian dari koalisi pemerintahan, menarik diri setelah terjadinya ketegangan dengan Partai Rakyat. Kesepakatan baru dengan Partai Rakyat ini termasuk tuntutan untuk mengadakan referendum tentang reformasi konstitusi, yang tidak dipenuhi oleh pemerintah.

Siripong mengatakan bahwa koalisi pemerintahan mulai retak ketika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, yang menyebabkan Partai Rakyat mengancam akan mengajukan mosi tidak percaya dan meminta pembubaran parlemen lebih cepat.

Natthaphong Ruengpanyawut, pemimpin Partai Rakyat, menambahkan bahwa Partai Bhumjaithai telah gagal memenuhi persyaratan mereka yang disepakati sebelumnya.

“Kami telah mencoba menggunakan kekuatan oposisi untuk mendorong perubahan konstitusi,” ujar Natthaphong.

Artikel Terkait