Tempura Jepang Cita Rasa Renyah yang Mendunia dari Negeri Sakura

foto/istimewa

sekilas.co – Tempura adalah salah satu kuliner Jepang yang paling dikenal di seluruh dunia. Makanan ini memiliki ciri khas berupa bahan-bahan seperti udang, ikan, atau sayuran yang dicelupkan ke dalam adonan tepung ringan, lalu digoreng hingga berwarna keemasan dan renyah. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa asal-usul tempura ternyata berakar dari pengaruh budaya asing. Makanan ini dibawa ke Jepang oleh para misionaris Portugis pada abad ke-16. Kata tempura sendiri diyakini berasal dari istilah Latin tempora, yang berarti  masa berpantang makan daging, di mana orang Eropa biasanya mengonsumsi makanan berbasis ikan dan sayuran goreng pada masa itu. Seiring waktu, masyarakat Jepang memodifikasi cara pengolahannya dan menciptakan versi tempura yang lebih ringan, halus, dan bertekstur lembut khas kuliner Jepang.

Membuat tempura bukan sekadar menggoreng bahan makanan dalam minyak panas. Ada filosofi dan teknik khusus yang membuat tempura terasa begitu ringan dan tidak berminyak. Rahasia utamanya terletak pada adonan (batter) dan suhu minyak. Tepung yang digunakan biasanya adalah tepung terigu rendah gluten yang dicampur dengan air es dan terkadang kuning telur. Campuran ini tidak diaduk terlalu lama agar tidak membentuk gluten, sehingga menghasilkan tekstur renyah dan ringan. Minyak yang digunakan pun umumnya minyak wijen atau minyak nabati berkualitas tinggi dengan suhu sekitar 170 180°C. Hanya dengan pengaturan suhu dan waktu yang tepat, tempura bisa matang sempurna  renyah di luar tapi lembut di dalam. Keseimbangan ini menjadi inti dari kelezatan tempura yang autentik.

Baca juga:

Dalam dunia kuliner Jepang, ada berbagai jenis tempura yang disukai masyarakat. Yang paling populer tentu saja Ebi Tempura, yaitu udang besar yang digoreng hingga keemasan dan disajikan dengan saus cocol tentsuyu. Selain itu, ada juga Kakiage, yaitu campuran sayuran atau udang kecil yang dicincang lalu digoreng bersama menjadi satu adonan. Tempura sayuran seperti shiso (daun herbal Jepang), ubi jalar, terong, labu Jepang (kabocha), dan jamur enoki juga sangat populer. Setiap bahan memberikan tekstur dan rasa yang berbeda, mulai dari renyahnya sayuran hingga lembutnya daging seafood. Di restoran Jepang, tempura sering disajikan sebagai bagian dari menu lengkap seperti tendon (tempura di atas nasi), tempura udon (mie dengan topping tempura), atau disajikan secara terpisah bersama saus dan garam khusus.

Cita rasa tempura tidak akan lengkap tanpa saus pendamping yang khas, yaitu tentsuyu. Saus ini terbuat dari campuran dashi (kaldu ikan bonito), kecap asin, dan mirin (anggur beras manis), yang menghasilkan rasa gurih, sedikit manis, dan menyegarkan. Tempura biasanya dicelupkan ke dalam saus ini sebelum dimakan agar rasa renyahnya berpadu sempurna dengan umami dari saus. Selain tentsuyu, ada juga cara sederhana menikmati tempura dengan garam aromatik, seperti garam matcha (teh hijau), garam yuzu (jeruk Jepang), atau garam laut alami. Pendamping lain seperti lobak parut (daikon oroshi) juga sering ditambahkan untuk memberi sensasi segar dan menetralkan minyak setelah menikmati beberapa potong tempura.

Dalam filosofi kuliner Jepang, setiap hidangan mencerminkan harmoni antara rasa, warna, tekstur, dan aroma. Tempura menjadi contoh nyata dari prinsip ini. Di satu sisi, ia adalah hidangan yang sederhana  hanya bahan-bahan dasar yang digoreng  namun di sisi lain, prosesnya penuh ketelitian dan kehalusan teknik. Koki Jepang menganggap tempura sebagai bentuk seni kuliner karena setiap potongan harus digoreng pada waktu yang tepat agar hasilnya sempurna. Warna keemasan yang lembut dianggap ideal, bukan cokelat tua seperti gorengan biasa. Bahkan cara menyajikannya pun penting  disusun dengan indah di atas piring keramik agar terlihat harmonis. Dari sini kita bisa memahami bahwa tempura bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang estetika dan kesempurnaan dalam kesederhanaan, sesuatu yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya Jepang.

Seiring globalisasi, tempura kini telah beradaptasi dengan berbagai budaya di seluruh dunia. Di luar Jepang, banyak restoran Asia dan Barat yang menciptakan variasi modern tempura, seperti tempura es krim, tempura pisang, hingga tempura sayap ayam. Di Indonesia, tempura sering diadaptasi menjadi camilan ala Jepang di berbagai restoran Jepang seperti sushi bar atau bento cafe. Namun, cita rasa tempura asli tetap sulit ditandingi, terutama yang dibuat langsung oleh koki Jepang berpengalaman. Dalam konteks dunia kuliner internasional, tempura dianggap sebagai ikon gastronomi Jepang yang menunjukkan keseimbangan antara rasa ringan, kesegaran bahan, dan teknik memasak yang presisi.

Meskipun merupakan makanan goreng, tempura tergolong lebih sehat dibanding gorengan biasa karena menggunakan minyak berkualitas tinggi dan waktu penggorengan yang singkat. Minyak tidak banyak terserap ke dalam bahan karena suhu yang stabil dan adonan tipis. Tempura juga kaya nutrisi, tergantung dari bahan yang digunakan. Udang, ikan, dan sayuran seperti paprika, wortel, atau jamur memberikan protein, vitamin, dan serat yang baik bagi tubuh. Selain itu, cara penyajiannya yang seimbang  tidak berlebihan dan dinikmati dengan porsi kecil  mencerminkan gaya hidup Jepang yang menghargai kualitas daripada kuantitas dalam makanan.

Lebih dari sekadar hidangan lezat, tempura mencerminkan karakter budaya Jepang yang menghargai kesederhanaan, keharmonisan, dan presisi. Hidangan ini bisa ditemukan di berbagai lapisan masyarakat, dari kedai kecil (tempura-ya) hingga restoran mewah bintang Michelin di Tokyo. Tempura menjadi simbol bagaimana Jepang mampu mengolah pengaruh luar menjadi sesuatu yang unik dan elegan. Kini, di tengah perkembangan kuliner modern, tempura tetap bertahan sebagai ikon klasik yang digemari karena rasa dan tampilannya yang abadi. Setiap gigitan tempura bukan hanya menghadirkan kenikmatan, tapi juga membawa kita memahami filosofi hidup orang Jepang: bahwa keindahan sejati terletak pada kesederhanaan yang dibuat dengan sepenuh hati.

Artikel Terkait