Tanggapan BEM Unpad terhadap Kebijakan Dedi Mulyadi Donasi Seribu Sehari

foto/istimewa

sekilas.co – Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Padjadjaran mengkritisi kebijakan donasi warga sebesar Rp1.000 per hari yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Kepala Departemen Kajian Strategis BEM Unpad, Althaf Athallah, menilai bahwa legitimasi gerakan donasi seribu sehari tidak cukup hanya berlandaskan pada niat baik.

“Melainkan harus melalui proses deliberasi publik yang menjamin adanya partisipasi setara dan persetujuan yang rasional,” ujar Althaf dalam keterangannya, Rabu, 8 Oktober 2025.

Baca juga:

Menurut Althaf, tanpa adanya proses deliberasi publik, kebijakan pengumpulan dana masyarakat berpotensi menimbulkan pemaksaan moral yang terselubung. Meskipun bersifat sukarela, ia menilai bahwa imbauan yang disampaikan oleh seorang pemimpin daerah sering kali dipersepsikan sebagai kewajiban moral.

Kondisi ini disebut sebagai choice architecture, yaitu situasi ketika individu merasa memiliki kebebasan dalam memilih, padahal sebenarnya dipengaruhi oleh otoritas dan norma sosial. BEM Kema Unpad mengutip konsep ini dari karya Richard Thaler dan Cass Sunstein dalam buku Nudge.

Selain itu, Althaf menegaskan bahwa kesukarelaan seharusnya tumbuh dari ruang yang setara dan dilandasi rasa saling percaya. “Bukan kewajiban yang disamarkan,” ujarnya.

Karena itu, menurut Althaf, perlu ada perlindungan bagi aparatur sipil negara (ASN) dan pelajar yang memilih untuk tidak berpartisipasi dalam donasi Rp1.000 per hari tersebut. Tujuannya, kata dia, untuk mencegah munculnya stigma sebagai pihak yang “tidak gotong royong.”

BEM Kema Unpad juga menilai ada kecenderungan para pemangku kepentingan mengandalkan donasi masyarakat untuk menutupi keterbatasan alokasi anggaran, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan.

Althaf menilai, kebijakan donasi warga seribu sehari ini berpotensi menggeser fungsi negara sebagai penyedia kesejahteraan publik, seolah-olah tanggung jawab tersebut dialihkan menjadi beban moral masyarakat.

Menurutnya, hal itu seharusnya tidak dibebankan kepada warga. “Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu meninjau ulang desain kebijakan ini,” ujarnya.

BEM Kema Unpad mendorong agar proses peninjauan ulang melibatkan lembaga masyarakat sipil independen, perguruan tinggi, serta lembaga audit sosial, guna memastikan prinsip transparansi dan kesukarelaan tetap terjaga.

Sebab, menurut Althaf, transparansi melalui aplikasi daring saja belum cukup menjamin akuntabilitas publik. Ia menilai perlu ada kerangka hukum yang jelas agar dana donasi warga tidak masuk ke wilayah abu-abu antara bantuan publik dan keuangan nonbujet. “Zona abu-abu seperti itu bisa menimbulkan potensi bias dan penyalahgunaan,” ujarnya.

Selain itu, Althaf menambahkan, kebijakan donasi warga Rp1.000 per hari juga perlu disinkronkan dengan kebijakan fiskal daerah, misalnya melalui realokasi anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi prioritas. “Dengan begitu, gerakan sosial ini tidak menjadi pengganti tanggung jawab negara,” katanya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengajak masyarakat serta aparatur sipil negara di Jawa Barat untuk berdonasi Rp1.000 per hari. Ajakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tertanggal 1 Oktober 2025.

Surat edaran itu ditujukan kepada bupati dan wali kota se-Jawa Barat, kepala perangkat daerah di lingkungan pemerintah provinsi, serta kantor wilayah Kementerian Agama di Jawa Barat. Dedi menamai kebijakan ini sebagai Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu.

Dedi menjelaskan bahwa gerakan donasi Rp1.000 per hari ini didasarkan pada semangat gotong royong dan bersifat sukarela. Prinsip utamanya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.

“Rereongan Poe Ibu menjadi wadah donasi publik resmi untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang bersifat darurat dan mendesak dalam skala terbatas,” kata Dedi dalam keterangannya yang dikutip dari situs resmi Pemprov Jabar, Senin, 6 Oktober 2025.

Selain itu, Dedi menilai bahwa donasi Rp1.000 per hari dapat memperkuat pemenuhan hak dasar masyarakat, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Ia menambahkan, kedua sektor tersebut masih menghadapi keterbatasan anggaran dan akses. “Kontribusi sederhana ini menjadi bentuk solidaritas untuk membantu kebutuhan darurat masyarakat,” ujar mantan Bupati Purwakarta itu.

Artikel Terkait