Sup Tunjang Khas Riau Kuliner Legendaris yang Gurih, Lezat dan Bikin Ketagihan

foto/istimewa

sekilas.co – Jika berbicara tentang kuliner khas Riau, kebanyakan orang mungkin langsung teringat pada gulai ikan patin, ikan selais asap, atau mie sagu. Namun, di balik popularitas hidangan-hidangan tersebut, ada satu makanan khas Riau yang tak kalah menggugah selera dan memiliki cita rasa otentik yang kuat  Sup Tunjang. Hidangan ini merupakan salah satu menu tradisional yang sudah melegenda di Riau, terutama di Pekanbaru dan sekitarnya. Sup ini terkenal dengan kuah gurihnya yang kental, aroma rempah yang kaya, serta daging sapi yang lembut dan empuk. Tak heran, Sup Tunjang menjadi salah satu makanan wajib coba bagi siapa pun yang datang berkunjung ke provinsi ini.

Nama  tunjang sendiri merujuk pada bagian kaki sapi, atau lebih tepatnya tulang besar yang masih berisi daging dan sumsum. Dalam masakan tradisional Riau, bagian ini dianggap istimewa karena menghasilkan kaldu yang sangat kaya rasa saat direbus lama dengan rempah pilihan. Proses memasaknya membutuhkan kesabaran dan ketelatenan, karena tulang dan dagingnya harus dimasak berjam-jam hingga benar-benar empuk dan mengeluarkan cita rasa alami yang maksimal. Tidak heran bila aroma sup ini saja sudah mampu membangkitkan selera makan sejak pertama kali disajikan.

Baca juga:

Ciri khas utama dari Sup Tunjang terletak pada kuahnya yang gurih, kental, dan kaya rempah. Kuah ini dibuat dari campuran santan dan kaldu sapi yang dimasak perlahan dengan bumbu-bumbu seperti serai, daun salam, lengkuas, kunyit, bawang merah, bawang putih, dan jahe. Perpaduan santan dan kaldu menghasilkan rasa gurih yang kompleks, sementara rempah-rempah memberikan aroma harum yang menggoda.

Ketika disajikan, potongan besar tulang sapi yang masih menempel dagingnya terlihat menggoda, dengan sumsum yang bisa diseruput langsung menggunakan sedotan kecil  inilah bagian paling disukai para pecinta kuliner. Dagingnya empuk, mudah lepas dari tulang, dan menyerap bumbu hingga ke dalam seratnya. Rasanya lembut, gurih, dan sedikit manis alami dari santan, menciptakan sensasi yang benar-benar nikmat di lidah.

Sup Tunjang biasanya disajikan dengan nasi putih hangat, sambal cabai hijau, dan jeruk nipis peras, yang menambah kesegaran rasa. Beberapa penjual juga menambahkan taburan bawang goreng dan daun seledri untuk memperkaya aroma serta memberikan tekstur renyah di setiap suapan. Perpaduan rasa gurih, pedas, dan segar inilah yang membuat Sup Tunjang selalu digemari oleh berbagai kalangan, baik warga lokal maupun wisatawan.

Konon, Sup Tunjang berakar dari tradisi kuliner Melayu di Riau, yang memang kaya akan olahan daging dan santan. Dahulu, bagian kaki sapi atau  tunjang sering kali dianggap sebagai potongan sisa yang jarang digunakan, namun masyarakat Melayu justru menemukan cara unik untuk mengolahnya menjadi masakan lezat. Dengan menambahkan santan dan rempah khas Melayu, hidangan ini berubah menjadi sajian istimewa yang biasa dihidangkan pada acara besar seperti kenduri, pernikahan, atau jamuan tamu kehormatan.

Seiring waktu, Sup Tunjang menjadi bagian penting dari kuliner harian masyarakat Riau, terutama di daerah Pekanbaru dan Siak. Banyak rumah makan tradisional yang menjadikannya menu andalan karena rasanya yang cocok dengan lidah semua kalangan. Kini, Sup Tunjang bahkan telah dikenal di luar Riau dan sering ditemukan di rumah makan khas Melayu di Sumatera dan Malaysia.

Uniknya lagi, setiap daerah memiliki sedikit perbedaan dalam cara mengolah Sup Tunjang. Di Pekanbaru, kuahnya cenderung lebih kental dan santannya pekat, sedangkan di daerah pesisir seperti Dumai, kuahnya dibuat lebih ringan dengan cita rasa rempah yang lebih tajam. Namun, baik versi manapun, keduanya tetap sama-sama menggugah selera.

Rahasia kelezatan Sup Tunjang terletak pada proses memasaknya yang tidak instan. Tulang kaki sapi terlebih dahulu dibersihkan, lalu direbus lama hingga dagingnya empuk dan kaldunya keluar sempurna. Setelah itu, bumbu halus seperti bawang merah, bawang putih, kunyit, kemiri, dan jahe ditumis hingga harum, kemudian dimasukkan ke dalam rebusan kaldu bersama santan kental.

Proses ini harus dilakukan dengan api kecil agar santan tidak pecah dan kuah tetap creamy. Selama perebusan, aroma rempah akan menyatu sempurna dengan kaldu, menghasilkan rasa gurih yang khas. Beberapa resep tradisional juga menambahkan sedikit kayu manis atau cengkeh untuk memberikan aroma hangat yang khas pada kuah.

Waktu memasak Sup Tunjang bisa mencapai 3–4 jam, tergantung dari ukuran potongan tulang dan jenis daging yang digunakan. Walau terlihat rumit, hasil akhirnya benar-benar sepadan dengan usaha. Kuah yang kental, daging yang lembut, dan sumsum yang lumer di mulut menjadikan hidangan ini layak disebut salah satu kuliner terbaik dari Riau.

Meski dikenal sebagai hidangan tradisional, Sup Tunjang kini telah mengalami berbagai inovasi untuk menyesuaikan dengan selera masa kini. Beberapa restoran modern di Pekanbaru menyajikannya dengan topping tambahan seperti sambal matah, telur rebus, atau emping, agar lebih menarik bagi generasi muda. Ada juga versi Sup Tunjang pedas, yang menambahkan cabai rawit giling untuk memberikan sensasi panas menggigit.

Beberapa chef lokal bahkan memodifikasi resepnya menjadi Sup Tunjang Tanpa Santan, untuk penggemar makanan sehat yang ingin menghindari lemak tinggi. Meskipun kuahnya lebih bening, rasa gurihnya tetap kuat berkat kaldu alami tulang sapi yang dimasak lama. Inovasi ini membuktikan bahwa Sup Tunjang adalah hidangan yang fleksibel  bisa dinikmati dengan berbagai cara tanpa kehilangan keaslian cita rasanya.

Selain itu, sejumlah rumah makan di Pekanbaru mulai menawarkan Sup Tunjang beku (frozen) yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Ini memungkinkan wisatawan menikmati kembali kelezatan khas Riau bahkan setelah mereka meninggalkan daerah tersebut.

Kalau kamu berkunjung ke Riau, terutama ke Pekanbaru, ada banyak tempat yang terkenal dengan Sup Tunjangnya yang lezat. Salah satu yang paling direkomendasikan adalah RM Pondok Asahan, yang dikenal menyajikan Sup Tunjang dengan kuah santan kental dan tulang besar yang lembut. Tempat lain yang populer adalah RM Pak Ndut, yang menawarkan Sup Tunjang khas Melayu dengan rasa rempah yang lebih ringan dan kuah yang segar.

Selain di Pekanbaru, kamu juga bisa menemukan varian Sup Tunjang di Kuantan Singingi, Siak, dan Dumai. Setiap daerah punya versi uniknya sendiri, sehingga menjelajahi kuliner ini seperti melakukan petualangan rasa. Tidak jarang, banyak wisatawan yang rela kembali lagi ke Riau hanya untuk menikmati kelezatan sup ini langsung dari tempat asalnya.

Sup Tunjang paling nikmat disantap saat masih panas, ditemani nasi putih hangat dan sambal yang pedasnya menggigit. Beberapa orang suka menambahkan perasan jeruk nipis atau potongan cabai rawit segar untuk menambah rasa segar dan asam yang menyeimbangkan santan. Sedotan kecil digunakan untuk menikmati sumsum dari dalam tulang  bagian yang disebut-sebut sebagai  harta karun dari Sup Tunjang.

Untuk pengalaman lebih nikmat, kamu bisa menikmatinya bersama es teh manis atau air kelapa muda untuk menetralkan rasa gurih yang pekat. Jika kamu pencinta makanan pedas, tambahkan sambal lado hijau khas Riau  kombinasi ini benar-benar sempurna.

Sup Tunjang bukan sekadar makanan, tapi warisan kuliner Melayu yang sarat makna budaya. Hidangan ini melambangkan kehangatan keluarga, kebersamaan, dan keramahan masyarakat Riau. Dalam tradisi setempat, menyajikan Sup Tunjang kepada tamu dianggap sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.

Di tengah maraknya makanan cepat saji, keberadaan Sup Tunjang menjadi pengingat akan pentingnya menjaga tradisi kuliner Nusantara. Rasanya yang autentik dan proses masaknya yang penuh kesabaran mencerminkan filosofi hidup masyarakat Melayu: sederhana, lembut, tapi penuh makna.

Melestarikan Sup Tunjang berarti juga menjaga identitas kuliner Riau agar terus dikenal luas oleh generasi muda. Sebab, di balik semangkuk sup yang hangat dan gurih ini, tersimpan cerita panjang tentang sejarah, budaya, dan cinta pada rasa.

Sup Tunjang adalah hidangan yang menyatukan kelezatan, kehangatan, dan tradisi dalam satu sajian. Dengan kuah santan gurih, daging sapi empuk, dan aroma rempah yang menggoda, sup ini menjadi representasi sempurna dari kekayaan rasa kuliner Riau. Tak hanya sekadar makanan, Sup Tunjang adalah simbol kebersamaan dan kelezatan yang diwariskan turun-temurun.

Jadi, kalau kamu sedang berkunjung ke Pekanbaru atau daerah Riau lainnya, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi semangkuk Sup Tunjang yang autentik. Dijamin, kelezatannya akan membuatmu rindu dan ingin kembali. Sup Tunjang bukan hanya mengenyangkan perut, tapi juga menghangatkan hati  seperti pelukan hangat dari bumi Melayu Riau yang penuh cinta dan cita rasa.

Artikel Terkait