sekilas.co – Jaksa Penuntut Umum membeberkan soal dua tokoh nasional yang diduga menekan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, agar memberikan perhatian pada proyek penyewaan tangki bahan bakar minyak (TBBM) di Merak, Banten.
Dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin, 27 Oktober 2025, jaksa Triyana Setia Putra membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Karen, yang memuat pengakuan adanya tekanan dari pihak luar perusahaan.
“Di BAP, Saudara banyak menyampaikan bentuk-bentuk tekanan, terutama misalkan di poin 13, ditanyakan oleh penyidik apa bentuk tekanan yang Saudara alami terkait perkara ini?” ujar jaksa Triyana.
“Kemudian dijawab oleh Saudara bahwa dalam suatu acara pernikahan pejabat yang saya hadiri (nama pejabat tidak disebut) sekitar awal 2014, di Hotel Dharmawangsa, Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terdapat dua tokoh nasional yang menghampiri saya dan menyampaikan agar tangki Merak diperhatikan,” lanjut jaksa Triyana mengutip BAP Karen di persidangan.
Jaksa kemudian menanyakan apakah hal tersebut bisa diartikan sebagai bentuk intervensi dari luar Pertamina. “Bisa dijelaskan apa bentuk-bentuk tekanan ini, maksudnya apakah ada intervensi dari pihak di luar Pertamina untuk mengakomodasi kerjasama Tangki Merak ini?”
Perempuan bernama lengkap Galaila Karen Kardinah itu menyatakan bahwa selama menjabat sebagai Dirut Pertamina, banyak pihak yang mencoba menitipkan kepentingan.
“Izin, Yang Mulia, sebagai Dirut Pertamina, banyak yang ‘Assalamualaikum’ ke saya. Masalahnya apakah diakomodir atau tidak,” kata Karen di hadapan majelis hakim.
Karen tidak menjelaskan secara rinci pertanyaan jaksa mengenai bentuk-bentuk tekanan di poin 13 BAP. Ia menyatakan bahwa ia tidak selalu menuruti permintaan yang datang kepadanya.
“Kalau dibilang agar diperhatikan, itu justru menjadi cambuk bagi saya untuk menekan supaya harus benar-benar taat pada TKO,” ujar Karen, merujuk pada tata kerja organisasi Pertamina.
Dalam sidang yang sama, jaksa menanyakan soal peran Irawan Prakoso, orang dekat pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid, yang diduga membawa misi kerja sama tangki timbun antara PT Pertamina dan PT Oiltanking Merak. Karen mengklaim tidak pernah menerima informasi itu dari bawahannya, termasuk dari mantan Direktur Pemasaran Pertamina, Hanung Budya Yuktyanta, yang kini menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.
Karen hadir di persidangan sebagai saksi untuk terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza, anak Riza Chalid. Ia juga bersaksi untuk terdakwa Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; serta Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Dalam surat dakwaan yang dilihat Tempo, Riza Chalid tercatat sebagai beneficial owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak. Ia bersama anaknya, Muhamad Kerry Adrianto Riza, melalui Gading Ramadhan Joedo, selaku Direktur PT Tangki Merak, mendesak PT Pertamina menyewa terminal BBM (TBBM) milik PT Oiltanking Merak agar dapat diakuisisi dan dijadikan jaminan kredit ke bank oleh Riza Chalid.
“Meskipun kerja sama sewa TBBM dengan PT OTM tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan Penunjukan Langsung,” tulis dakwaan jaksa yang dibacakan Senin, 13 Oktober 2025.
Riza Chalid diduga bisa memaksa PT Pertamina melalui Hanung Budya Yuktyanta, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, karena Hanung berutang budi atas jasanya yang mempromosikan Hanung menjadi Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
“Menindaklanjuti permintaan Mohamad Riza Chalid, Hanung Budya Yuktyanta, tanpa didukung Study Kelayakan atau Feasibility Study, memasukkan faktor peningkatan kebutuhan storage dalam RJPP 2012 dan RKAP 2013, yang nantinya dijadikan dasar bagi PT Pertamina untuk melakukan kerja sama penyewaan storage dengan PT Tangki Merak,” tulis surat dakwaan.
Pihak PT Pertamina (Persero) periode April 2012 hingga November 2014 telah memenuhi permintaan Riza Chalid agar menyewa Terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak, meskipun PT Pertamina tidak membutuhkan terminal tersebut.
“Pembayaran sewa terminal BBM tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara selama periode 2014–2024 sebesar Rp 2,905 triliun, berupa pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan, yaitu pembayaran thruput fee dan/atau pekerjaan tambahan kepada PT Orbit Terminal Merak,” demikian tertulis dalam dakwaan jaksa.
Hanung Budya Yuktyanta turut menjadi tersangka, ditetapkan bersamaan dengan Riza Chalid. Total ada 18 tersangka dalam kasus ini, yang penetapannya dilakukan dalam dua waktu berbeda.
Riza Chalid adalah salah satu dari 18 tersangka kasus korupsi Pertamina, sekaligus ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari perkara pokoknya.
Bos minyak itu kini menjadi satu-satunya tersangka yang belum ditahan karena berada di luar negeri, terakhir dilaporkan berada di Malaysia, dan namanya telah masuk daftar pencarian orang (DPO).
Dari 18 tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung, baru sembilan tersangka yang berkasnya sudah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.