sekilas.co – Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat seiring semakin dekatnya kemungkinan shutdown pemerintah federal Amerika Serikat (AS).
Pemerintah federal AS dijadwalkan tutup pada pukul 00.00 dini hari ini (12.00 WIB), kecuali Kongres AS menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) anggaran federal dalam beberapa jam ke depan.
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan menguat dalam kisaran sempit Rp16.620–Rp16.670, dipengaruhi tren penurunan indeks dolar global sehubungan dengan potensi shutdown pemerintah federal AS tengah malam ini waktu setempat,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Mengutip Xinhua, Senat AS gagal meloloskan RUU belanja jangka pendek pada Selasa (30/9/2025) malam, sehingga pemerintah federal berpotensi ditutup mulai tengah malam. Ini akan menjadi penutupan pemerintah federal pertama dalam hampir tujuh tahun.
Senat Demokrat memblokir resolusi berkelanjutan yang diusulkan Partai Republik untuk sementara agar pemerintah tetap beroperasi. RUU tersebut tidak memperoleh dukungan yang cukup, yaitu kurang dari 60 suara yang dibutuhkan untuk pengesahan.
Dalam negosiasi terbaru, tunjangan kesehatan menjadi salah satu poin utama perdebatan kedua partai. Partai Demokrat menuntut perlindungan layanan kesehatan lebih kuat, termasuk perpanjangan subsidi Undang-Undang Perawatan Terjangkau yang akan berakhir pada akhir tahun, serta pemulihan kelayakan cakupan untuk imigran tertentu, termasuk pengungsi dan pencari suaka.
Sementara itu, Partai Republik menolak langkah-langkah tersebut dan mendorong agar pendanaan pemerintah dipertahankan sementara waktu untuk memberi ruang negosiasi lebih lanjut.
Trump mengancam, jika penutupan pemerintah terjadi, banyak pegawai akan diberhentikan dan menyalahkan Partai Demokrat atas kebuntuan negosiasi pendanaan saat ini. Partai Republik, yang memegang 53 kursi di Senat, membutuhkan setidaknya tujuh anggota Demokrat untuk meloloskan RUU tersebut.
“Dalam jangka pendek, penutupan pemerintah akan menunda publikasi data tenaga kerja AS, sehingga menimbulkan ketidakpastian kebijakan bunga The Fed. Dalam jangka menengah hingga panjang, hal ini akan menekan indeks dolar dan membuka ruang penguatan rupiah,” jelas Rully.
Sentimen lain terhadap rupiah datang dari sikap wait and see pelaku pasar terkait data inflasi Indonesia bulan September dan neraca perdagangan.
“Inflasi September diperkirakan terkendali di level 0,14 persen secara bulanan, sementara neraca perdagangan diproyeksikan masih mencatat surplus,” ujar dia.
Pada pembukaan perdagangan Rabu di Jakarta, rupiah melemah 9 poin atau 0,05 persen menjadi Rp16.674 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.665 per dolar AS.





