Sekilas.co – Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan penguatan rupiah dipengaruhi kekhawatiran pasar terhadap kebijakan imigrasi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
“Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS yang melemah akibat kekhawatiran pasar terhadap kebijakan baru Trump, yakni pengenaan biaya 100 ribu dolar AS per tahun (sekitar Rp1,6 miliar) bagi pekerja dengan visa H-1B,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Mengutip Anadolu, Trump menandatangani proklamasi yang mewajibkan perusahaan membayar biaya tersebut untuk pekerja visa H-1B, bertujuan mengekang penyalahgunaan sistem visa, terutama oleh perusahaan yang menggantikan pekerja teknologi AS dengan tenaga asing berbiaya rendah.
Menurut Trump, penggantian pekerja Amerika secara masif melalui penyalahgunaan program visa telah merugikan keamanan ekonomi dan nasional.
Langkah ini merupakan upaya terbaru pemerintah AS memperketat kontrol imigrasi, yang berpotensi berdampak luas pada sektor-sektor yang mengandalkan pemegang visa H-1B.
Visa H-1B adalah visa non-imigran AS untuk pekerja asing dengan keahlian khusus, yang memungkinkan perusahaan mempekerjakan tenaga kerja dengan keterampilan yang sulit diperoleh dari pekerja lokal.
“Belum diketahui seberapa besar dampaknya, namun Asia, terutama India dan China, menyumbang hampir seluruh pekerja H-1B,” kata Lukman.
Dolar AS juga tidak mendapatkan dukungan dari sejumlah pidato pejabat Federal Reserve (The Fed) semalam yang memberikan sinyal beragam, sehingga berpotensi mendukung penguatan rupiah.
“Dua pernyataan bersifat hawkish, dua dovish, dan satu netral,” ungkap dia.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.500–Rp16.650 per dolar AS.
Pada pembukaan perdagangan Selasa di Jakarta, rupiah menguat 15 poin atau 0,08 persen menjadi Rp16.596 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya Rp16.611 per dolar AS.





