Rupiah Berpotensi Tertekan pada Pekan Depan Analis Beri Peringatan

foto/istimewa

sekilas.co – Direktur PT Traze Andalan Futures Ibrahim Assuaibi memproyeksikan pada perdagangan pekan depan, mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif, tapi ditutup melemah di rentang Rp 16.690 – Rp 16.740 per dolar Amerika Serikat.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada penutupan perdagangan sepekan ini, Jumat, 7 November 2025, menguat 11 poin setelah sebelumnya melemah 20 poin. Rupiah menguat ke level Rp 16.617 per dolar AS.

Baca juga:

“Pada perdagangan Jumat sore, mata uang rupiah ditutup menguat 11 poin,” kata Direktur PT Traze Andalan Futures Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis, Jumat, 7 November 2025.

Ibrahim mengatakan pelambatan laju perekonomian pada kuartal III 2025 yang realisasinya hanya 5,04 persen semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2 persen. Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2 persen, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2025 di angka 5,77–5,8 persen.

Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV 2025 hanya tumbuh di angka 5,5 persen. Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13 persen. Meski simulasinya jauh lebih baik dari 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03 persen, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2025 di angka 5,5 persen apalagi 5,77 persen sangat jarang bisa dicapai.

Selama 10 tahun terakhir, Ibrahim mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2025 tidak pernah mencapai angka 5,5 persen. “Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5 persen pada kuartal IV 2025,” kata Ibrahim.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015–2024 hanya di kisaran 4,3 persen. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2020 yang terkontraksi 2,19 persen akibat pandemi Covid-19.

Menguatnya rupiah pada Jumat, Ibrahim menambahkan, juga dipengaruhi dari eksternal. Penutupan pemerintah Amerika Serikat (government shutdown) yang berkepanjangan, yang kini telah memasuki bulan kedua, telah menunda rilis laporan ekonomi utama, termasuk data ketenagakerjaan dan inflasi, sehingga pasar hanya memiliki panduan resmi yang terbatas. “Kekosongan data ini telah meningkatkan ketidakpastian dan mendorong investor untuk mengandalkan survei sektor swasta sebagai sinyal ekonomi,” katanya.

Laporan pekerjaan swasta pada Kamis, 6 November 2025, menunjukkan tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja, menambah ekspektasi bahwa The Fed akan kembali melonggarkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Berdasarkan survei, peluang penurunan suku bunga sekitar 70 persen pada Desember 2025, naik dari sekitar 60 persen sehari sebelumnya.

Selain itu, ekspor Cina turun secara tak terduga pada Oktober setelah kenaikan tajam pada bulan sebelumnya, meleset dari perkiraan kenaikan moderat. Impor juga melemah, yang menyebabkan penurunan neraca perdagangan negara, menunjukkan tekanan perdagangan yang terus berlanjut dan permintaan domestik yang lemah.

Ibrahim mengatakan, ketegangan antara Washington dan Beijing semakin meresahkan pasar. Sebuah laporan dari The Information pada hari Kamis menyatakan bahwa AS berencana untuk memblokir Nvidia dari penjualan chip AI skala kecil ke Cina, sebuah langkah yang dapat membatasi akses perusahaan Tiongkok ke teknologi canggih.

“Hal ini menyusul laporan Reuters yang menyatakan bahwa Beijing bermaksud untuk melarang penggunaan chip AI buatan luar negeri di pusat data yang didanai negara, sebuah langkah yang dipandang sebagai bagian dari upaya Cina untuk mendukung produksi chip domestik,” kata Ibrahim.

Artikel Terkait