Sekilas.co – Pemerintah pusat kini dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah (Pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025.
Beleid anyar ini diterbitkan di tengah kebijakan pemangkasan transfer ke daerah (TKD) secara besar-besaran tahun depan.
Adapun TKD turun Rp226,9 triliun atau sekitar 24,7%, dari Rp919,9 triliun (APBN 2025) menjadi Rp692,995 triliun (APBN 2026).
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Armand Suparman, menjelaskan bahwa PP 38/2025 pada dasarnya masih berada dalam koridor regulasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Regulasi tersebut memang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan instrumen pinjaman sebagai alternatif pembiayaan pembangunan.
“Ketika terjadi pemotongan TKD secara signifikan, pemerintah daerah memang mesti memutar otak untuk mendapatkan pendapatan atau pendanaan bagi kegiatan yang sudah direncanakan dalam rencana kerja daerah tahun depan,” ujar Armand kepada Bisnis, Rabu (29/10/2025).
Menurut Armand, ada sejumlah opsi yang dapat ditempuh Pemda, seperti peningkatan tarif pajak dan retribusi, optimalisasi aset daerah, penguatan BUMD, kerja sama dengan pihak ketiga (KPBU), perdagangan karbon, dan terakhir, pinjaman.
“Dari sejumlah opsi, yang paling cepat diperoleh itu dua: optimalisasi pajak dan retribusi daerah, serta pinjaman,” katanya.
Meski begitu, KPPOD menilai penggunaan pinjaman oleh daerah berpotensi menimbulkan beban keuangan baru dalam jangka menengah, karena pemerintah daerah wajib mengembalikan pokok utang beserta bunganya sesuai ketentuan dalam PP 38/2025.
Walau PP 38/2025 membuka ruang pembiayaan baru, Armand menegaskan agar Pemda sebaiknya tetap mengedepankan opsi nonutang untuk memperkuat basis fiskal secara berkelanjutan.
Langkah-langkah tersebut mencakup pembenahan administrasi pajak dan retribusi, optimalisasi aset daerah, penguatan BUMD, kerja sama KPBU, hingga perdagangan karbon.
“Kami mendorong daerah untuk memilih opsi yang tidak menimbulkan beban baru,” ujarnya.
Armand menyimpulkan bahwa PP 38/2025 hanya bersifat solusi jangka pendek, khususnya untuk menutup kesenjangan anggaran tahun depan akibat pemotongan TKD besar-besaran. Dalam jangka panjang, daerah perlu membangun kemandirian fiskal dengan memperkuat instrumen keuangan di bawah kendali sendiri.
Senada dengan itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai bahwa pemberian pinjaman pemerintah pusat ke Pemda bukan solusi tuntas atas pemotongan TKD. Menurutnya, kebijakan tersebut justru memindahkan masalah ke masa depan karena Pemda akan terbebani bunga utang.
“Apalagi, PP 38/2025 juga mengatur pembayaran pokok harus dilakukan secara periodik dengan memotong TKD, baik semesteran maupun tahunan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (29/10/2025).
Wijayanto memperingatkan bahwa jika kebijakan ini tidak dijalankan dengan niat baik dan integritas tinggi, maka berpotensi menyuburkan moral hazard yang memperburuk kondisi keuangan Pemda.
“Ini bisa menjadi titik balik bagi otonomi daerah yang merupakan satu dari tiga anak kandung Reformasi 1998,” tegasnya.
Ia menambahkan, pinjaman pusat ke Pemda atau BUMN sebaiknya hanya diberikan untuk kebutuhan mendesak, dan kepada pihak yang memiliki kapasitas membayar. Untuk menghindari beban utang lintas periode, tenor pinjaman sebaiknya tidak lebih panjang dari masa jabatan kepala daerah yang menandatanganinya.
Selain itu, rencana pinjaman juga perlu mendapat persetujuan DPRD terlebih dahulu.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa enggan berkomentar banyak terkait penerbitan PP 38/2025. Ia mengaku tidak terlibat langsung dalam proses pembahasan beleid tersebut.
“Saya belum baca, saya akan baca lagi. Itu anak buah saya yang nge-goal-kan. Rupanya sebelum saya jadi menteri sudah diproses, sudah keluar,” ungkap Purbaya usai acara Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Diketahui, PP 38/2025 ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025 dan diundangkan pada tanggal yang sama. Sementara itu, Purbaya baru dilantik sebagai Menteri Keuangan pada 8 September 2025, atau dua hari sebelum beleid tersebut resmi diterbitkan.





