Sekilas.co – Dalam dunia diplomasi, kerajaan, dan protokol formal, penggunaan sapaan resmi atau gelar kehormatan bukan hanya soal etika, tetapi juga mencerminkan struktur sosial dan penghormatan terhadap jabatan. Salah satu istilah yang kerap muncul dalam konteks ini adalah kata style , yang mengacu pada bentuk penyapaan atau gelar formal seseorang dalam kapasitas resmi mereka.
Kata style berasal dari bahasa Latin stilus, yang awalnya merujuk pada alat tulis, namun berkembang menjadi simbol cara atau bentuk penyampaian formal, termasuk dalam menyebut seseorang sesuai dengan kedudukannya. Dalam konteks modern, style sering digunakan untuk menggambarkan gelar resmi seperti His Excellency, Her Royal Highness, atau The Right Honourable.
Misalnya, seorang duta besar seringkali disapa dengan His Excellency (Yang Mulia), terutama dalam komunikasi diplomatik antarnegara. Sapaan ini tidak hanya sekadar penghormatan pribadi, tetapi juga menunjukkan posisi resmi dalam hubungan kenegaraan yang diakui secara internasional.
Di lingkungan kerajaan, gelar seperti Her Royal Highness (HRH) atau His Majesty (HM) merupakan bagian dari sistem style yang ketat. Tidak semua anggota keluarga kerajaan mendapat gelar ini; penetapannya bergantung pada garis keturunan, peran, dan keputusan dari monarki yang berwenang. Style ini juga berlaku dalam dokumen resmi, undangan negara, hingga percakapan publik.
Sementara itu, di Inggris dan negara-negara Persemakmuran, sapaan seperti The Right Honourable digunakan untuk anggota parlemen tertentu, termasuk perdana menteri. Penggunaan style ini diatur secara resmi dan tercantum dalam dokumen konstitusional serta dokumen pemerintahan.
Tak hanya berlaku di Barat, beberapa negara Asia juga memiliki bentuk style resmi yang serupa. Di Indonesia, meski tidak disebut sebagai style , penggunaan sapaan seperti Yang Terhormat untuk pejabat tinggi negara atau Yang Mulia dalam konteks keagamaan menunjukkan adanya bentuk penghormatan yang setara secara budaya.
Penggunaan style ini penting dalam membangun komunikasi yang formal dan menghormati hierarki jabatan. Dalam hubungan diplomatik, kesalahan dalam penggunaan sapaan bisa dianggap sebagai pelanggaran etika atau protokol, sehingga diplomat dan pejabat publik biasanya mendapatkan pelatihan khusus mengenai hal ini.
Secara keseluruhan, memahami dan menggunakan style dengan tepat adalah bagian dari etiket internasional yang perlu dijaga, khususnya dalam acara resmi, surat-menyurat diplomatik, atau publikasi yang berkaitan dengan tokoh-tokoh kenegaraan. Dalam dunia yang semakin global, sensitivitas terhadap tata cara seperti ini menjadi semakin penting untuk memperkuat hubungan antarnegara dan menjaga keharmonisan protokol internasional.





