Mengenal Functional Freeze Respons Beku Akibat Stres

foto/ilustrasi

Sekilas.co – Walaupun kini banyak masyarakat mulai sadar akan isu kesehatan mental, masih terdapat beberapa istilah psikologis yang jarang diketahui, salah satunya adalah functional freeze, atau dalam bahasa Indonesia disebut “kebekuan fungsional”.

Functional freeze merupakan respons psikologis yang kurang dikenal, namun nyata berdampak pada stres atau trauma berat.

Baca juga:

Secara sederhana, functional freeze adalah respons bertahan hidup, di mana seseorang menjadi mati rasa, baik secara fisik maupun emosional, akibat stres berlebihan, kelelahan kronis, atau trauma yang belum terselesaikan.

Orang yang mengalami functional freeze akan merasa tidak mampu bergerak dan kehilangan dorongan untuk terlibat kembali dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan, bahkan untuk mengejar impiannya sekalipun.

Secara lahiriah, mereka mungkin tampak seperti orang biasa, menjalankan tanggung jawab, menjalin hubungan, atau menyelesaikan tugas sehari-hari. Namun secara batin, mereka berada dalam tekanan, terputus dari emosi, dan merasakan beban berat pada tubuhnya sendiri.

Perlu diketahui, sistem saraf otonom pada tubuh manusia terdiri dari tiga cabang utama, yaitu:

  1. Sistem Saraf Simpatik (SNS), yang berfungsi mengaktifkan respons “melawan atau lari”.

  2. Sistem Saraf Parasimpatik (PNS), yang berfungsi mendukung istirahat dan pemulihan.

  3. Kompleks Vagal Dorsal (DVC), yang memicu respons membeku ketika menghadapi tekanan berlebihan.

Saat mengalami stres atau tekanan yang berlebihan, DVC akan aktif dan memasuki mode freeze atau membeku. Hal ini terjadi karena sistem saraf menilai bahwa seseorang dalam kondisi stres ekstrem tidak mampu lari atau melawan.

Umumnya, respons membeku ini bersifat sementara sebagai mekanisme bertahan hidup dan memberikan perlindungan saat berada di bawah tekanan.

Kondisi ini membantu menghemat energi dan mengurangi rasa sakit. Namun, jika seseorang terus terlibat dalam aktivitas yang memicu stres, seperti bekerja terlalu keras atau memaksakan diri, respons ini bisa menjadi masalah kronis yang mengganggu kehidupan sehari-hari, hubungan sosial, bahkan perkembangan diri.

Manusia memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa, terutama terkait kelangsungan hidup. Karena itu, banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengalami functional freeze dan tetap menjalani kehidupan sehari-hari dengan tampak normal.

Lantas, bagaimana cara agar kita sadar terhadap kondisi psikologis ini?

Salah satu caranya adalah dengan mewaspadai gejala-gejala functional freeze. Beberapa gejalanya meliputi:

  1. Cemas terus-menerus tanpa penyebab jelas, sehingga tubuh selalu waspada dan sulit rileks.

  2. Mati rasa secara emosional dan terputus dari lingkungan sekitar.

  3. Menarik diri secara sosial dan kesulitan membangun hubungan dengan orang lain.

  4. Merasa terjebak dalam hidup serta kesulitan mengambil keputusan atau bertindak.

  5. Selalu merasa lelah meski sudah cukup istirahat.

  6. Kesulitan mengurus diri sendiri dan kurang motivasi.

Bagi banyak orang, functional freeze bisa menjadi “pengaturan default” dalam merespons stres. Oleh karena itu, tidak mudah bagi sebagian orang untuk mengenali dan memahami masalah yang sebenarnya dialami.

Penting untuk diingat bahwa functional freeze bukanlah kelumpuhan fungsional, melainkan respons adaptif terhadap pengalaman pribadi di masa lalu.

Karena itu, mulailah mengenali diri sendiri, merawat diri dengan kesabaran, dan secara bertahap belajar melepaskan diri dari kondisi psikologis ini.

Artikel Terkait