sekilas.co – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah mengalami dualisme kepemimpinan. Dua kubu yang saling tidak sepakat sama-sama mengklaim sebagai pengurus sah dalam organisasi masyarakat keagamaan terbesar di Indonesia. Saat ini, ada dua orang yang mengaku sebagai ketua umum PBNU: Yahya Cholil Staquf, selaku petahana, dan Zulfa Mustofa, yang ditunjuk menjadi pelaksana tugas ketua umum oleh kubu penentang Yahya.
Kubu Zulfa, yang didukung Syuriyah atau dewan pimpinan tertinggi PBNU, mencopot Yahya melalui sidang pleno yang digelar di Jakarta pada Selasa, 9 Desember 2025. Zulfa, yang juga keponakan mantan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, ditunjuk menggantikan Yahya dalam pleno tersebut.
Meski begitu, Yahya menolak keabsahan sidang pleno itu. Ia menegaskan masih menjadi ketua umum PBNU sah untuk periode 2021–2027, karena menurutnya Syuriyah tidak berwenang mencabut mandat ketua umum. “Dalam hal ini saya sebagai ketua umum,” ujar Yahya di Jakarta Pusat, Rabu, 10 Desember 2025. Ia menegaskan, penunjukan Zulfa tidak dapat diterima maupun dieksekusi, karena pemberhentian ketua umum hanya bisa dilakukan melalui muktamar, forum permusyawaratan tertinggi PBNU.
Sementara itu, kubu Syuriyah tetap mendapuk Zulfa sebagai penjabat ketua umum PBNU. Keputusan ini menempatkan Zulfa sebagai pengganti sementara Yahya untuk memimpin PBNU hingga muktamar berikutnya digelar.
“Penjabat Ketua Umum PBNU untuk sisa masa bakti ditetapkan kepada K.H. Zulfa Mustofa,” kata pimpinan rapat pleno Muhammad Nuh, dalam keterangan pers usai rapat pleno tertutup di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa malam, 9 Desember 2025.
Menurut Nuh, penunjukan ini membuat Zulfa resmi mengambil alih mandat strategis Ketua Umum, termasuk memimpin jalannya organisasi dan memastikan roda administrasi PBNU berjalan tanpa hambatan. “Beliau akan memimpin sebagai pejabat ketua umum dan melaksanakan seluruh tugas sampai muktamar digelar,” ujarnya.
Pleno Syuriyah tersebut dihadiri Menteri Sosial sekaligus Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf, Ketua Umum Dewan Pembina PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, serta salah satu Rais PBNU sekaligus Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Konflik kepemimpinan PBNU bermula dari rapat harian Syuriyah PBNU di Hotel Aston Jakarta pada Kamis, 20 November 2025. Hasil rapat itu kemudian diterbitkan dalam bentuk surat tertanggal 21 November 2025 malam, yang ditandatangani Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar. Surat tersebut memuat dua poin utama, salah satunya permintaan agar Yahya mengundurkan diri dari jabatan ketua umum dalam waktu tiga hari, beserta alasan pemberhentian.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa rapat harian Syuriyah dihadiri 37 dari total 53 pengurus. Rapat menilai kehadiran Peter Berkowitz, seorang zionis pendukung Israel, sebagai narasumber dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional NU bertentangan dengan nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dan Muqaddimah Qanun Asasi NU.
Yahya menolak keputusan tersebut dan menyatakan proses pemberhentiannya tidak sah. Penolakan itu berlanjut hingga rapat pleno Syuriyah PBNU pada 9 Desember 2025 tetap menunjuk Zulfa Mustofa sebagai penjabat ketua umum. Sejak saat itu, klaim kepemimpinan PBNU terbagi antara kubu Syuriyah yang mengakui Zulfa dan kubu Yahya yang menolak keputusan pleno.
Peneliti ilmu politik BRIN, Lili Romli, menilai dualisme kepemimpinan PBNU sulit dihindari karena kedua kubu mengklaim menaati AD/ART PBNU. Dari sudut pandang Syuriyah, penunjukan Zulfa dianggap sah karena Syuriyah adalah lembaga tertinggi NU. Namun klaim ini bertentangan dengan penolakan kubu Yahya. “Untuk mengetahui siapa yang sah, tentu pengadilan yang akan menentukan,” kata Lili Romli, Sabtu, 13 Desember 2025.
Menurut Lili, konflik ini juga mengungkap kelemahan mekanisme resolusi konflik di tubuh PBNU. Ke depan, perlu ada penegasan otoritas dan mekanisme suksesi agar konflik serupa tidak terulang.
Di tengah konflik yang masih berjalan, pemerintah menyatakan tidak akan campur tangan. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan sikap pemerintah netral sampai konflik bisa diselesaikan secara internal atau melalui mekanisme hukum.
Yusril menjelaskan, setiap perubahan AD/ART atau susunan pengurus ormas berbadan hukum harus didaftarkan ke Kementerian Hukum sesuai Peraturan Menteri Hukum Nomor 18 Tahun 2025. Namun jika terjadi konflik internal atau proses peradilan masih berjalan, pemerintah akan menunggu hingga selesai atau ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Kalau ada konflik internal dan proses peradilan sedang berjalan, Kemenkum akan menunggu sampai selesai,” ujar Yusril. Mantan ketua umum PBB itu menegaskan, hingga kini kepengurusan PBNU yang tercatat di pemerintah masih atas nama Yahya Cholil Staquf, karena kubu Zulfa belum mendaftarkan susunan pengurus baru.
“Pengurus yang tercatat masih atas nama Gus Yahya. Belum ada susunan pengurus baru yang didaftarkan,” tutup Yusril.





