Sekilas.co – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa strategi pemerintah menjaga stabilitas harga beras melalui penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) mulai memberikan hasil positif.
“Keberhasilan ini tidak lepas dari operasi pasar yang digelar secara masif di berbagai wilayah Indonesia,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Tito menjelaskan bahwa operasi pasar besar-besaran yang dilakukan Bulog bersama kementerian terkait berhasil menekan harga beras secara signifikan di sejumlah daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada pekan terakhir Agustus 2025, kenaikan harga beras tercatat di 214 kabupaten/kota. Namun, pada pekan pertama September 2025, jumlah tersebut menurun drastis menjadi hanya 100 kabupaten/kota. Sebaliknya, daerah yang mencatat penurunan harga meningkat dari 58 menjadi 105 kabupaten/kota.
Pemerintah menargetkan penyaluran sebanyak 1,3 juta ton beras SPHP ke pasar pada periode Juli–Desember 2025.
Menanggapi hal ini, akademisi Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh, menilai strategi pemerintah patut diapresiasi. Kolaborasi Bulog, Kementan, dan Kemendagri dengan mengguyur pasar menggunakan beras SPHP terbukti mampu menekan harga beras, menjaga daya beli masyarakat, dan mencegah inflasi pangan meluas.
“Intervensi pemerintah melalui beras SPHP sukses meredam gejolak harga dalam jangka pendek,” ujar Ricky.
Meski demikian, Ricky menilai pemerintah perlu menyiapkan strategi lanjutan agar tidak hanya mengandalkan intervensi jangka pendek.
Menurutnya, stabilisasi harga pangan harus didukung dengan peningkatan produktivitas pertanian, modernisasi rantai pasok, efisiensi distribusi antarwilayah, penguatan cadangan beras pemerintah, dukungan kepada petani melalui pupuk, benih unggul, dan teknologi, serta perluasan pada komoditas pangan lainnya.
Ricky menambahkan bahwa keberhasilan menstabilkan harga beras sebaiknya diperluas ke komoditas strategis lain seperti daging, minyak goreng, bawang putih, dan tepung terigu.
Fluktuasi harga pada komoditas tersebut bisa berdampak langsung pada UMKM kuliner, industri makanan, hingga konsumsi rumah tangga.
Selain itu, tata niaga dan distribusi pangan juga perlu diperbaiki. Menurut Ricky, harga pangan yang tinggi tidak hanya dipengaruhi faktor produksi, tetapi juga akibat tingginya biaya distribusi dan panjangnya rantai perantara.
“Reformasi rantai pasok sangat penting untuk menekan biaya logistik, memperkuat transportasi antarwilayah, dan memangkas rantai distribusi agar harga di tingkat konsumen lebih stabil,” ujarnya.





