Sekilas.co – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dijadwalkan akan merilis laporan keuangan kuartal III/2025 pada Rabu (29/10/2025) pukul 08.30 WIB. Menjelang rilis tersebut, sejumlah analis telah memproyeksikan kinerja laba BRI.
Berdasarkan data dari Terminal Bloomberg, konsensus analis memperkirakan laba bersih BRI dapat mencapai Rp17,14 triliun selama tiga bulan di kuartal III/2025. Jika digabung dengan realisasi laba bersih semester I/2025 sebesar Rp26,27 triliun, maka total laba bersih BRI diperkirakan mencapai Rp43,41 triliun hingga sembilan bulan pertama tahun ini.
Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu BRI membukukan laba bersih konsolidasi yang diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp45,06 triliun. Dengan demikian, laba bersih BRI hingga kuartal III/2025 diperkirakan terkoreksi sekitar 3,65% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Dalam laporan keuangan terakhir per Agustus 2025, laba tahun berjalan BRI tercatat turun 9,94% YoY menjadi Rp32,60 triliun, dari sebelumnya Rp36,20 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, pada semester I/2025, BRI membukukan laba bersih konsolidasian yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp26,28 triliun, turun 11,53% YoY dibandingkan dengan Rp29,7 triliun pada semester I/2024.
Jika memperhitungkan kepentingan non-pengendali, laba bersih periode berjalan BRI mencapai Rp26,53 triliun per Juni 2025. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, pendapatan bunga bersih BRI masih tumbuh 2,8% YoY, dari Rp71,28 triliun menjadi Rp73,27 triliun hingga paruh pertama tahun ini. Namun, kenaikan sejumlah beban menekan profitabilitas, seperti kerugian operasional yang meningkat signifikan dari Rp63,89 miliar menjadi Rp686,73 miliar, serta beban pencadangan (impairment) yang naik 25,8% menjadi Rp23,27 triliun.
Chief Economist PT Bank Permata Tbk. (BNLI), Josua Pardede, menilai bahwa pada kuartal III/2025, kredit korporasi dan komersial, terutama untuk modal kerja dan investasi, masih menjadi penopang utama pertumbuhan bank-bank besar, sementara kredit konsumsi tumbuh lebih lambat. Ia menjelaskan, berdasarkan data semester I/2025, pertumbuhan kredit tertinggi di salah satu bank besar berasal dari segmen korporasi (16,1% YoY) dan UMKM (11,1% YoY), sedangkan segmen konsumsi tumbuh sekitar 7–8% YoY.
Sektor yang dominan menerima penyaluran kredit mencakup manufaktur, perdagangan, konstruksi, transportasi, dan infrastruktur, sejalan dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan pertumbuhan kredit nasional masih disokong oleh kredit investasi dan modal kerja. Adapun bank-bank mikro tetap menyalurkan pembiayaan ke segmen UMKM dengan tetap menjaga kualitas aset.
Dari sisi penghimpunan dana, Josua memperkirakan tren dana murah (CASA) akan terus meningkat di bank-bank besar, didorong oleh digitalisasi transaksi dan penguatan layanan cash management. Ia mencontohkan, pada salah satu bank besar, komposisi CASA telah mencapai lebih dari 83% dari total dana per semester I/2025. Pada bank dengan fokus mikro, tabungan ritel juga tumbuh dan CASA mix membaik.
Dari sisi biaya dana, suku bunga DPK Rupiah menurun ke sekitar 3,07% per Agustus 2025, menandakan persaingan penghimpunan dana mulai mereda. “Ini menandakan bank sudah tidak lagi agresif menawarkan deposito mahal secara luas, meskipun special rate masih diberikan secara selektif,” ujar Josua kepada Bisnis.





