sekilas.co – Di salah satu sudut Kampung Dipotrunan, Tipes, Serengan, Surakarta, suara mesin jahit berpadu dengan kesibukan tangan-tangan perempuan yang menata kain batik, memotong lurik, hingga menjahit pola yang telah digambar.
Dari tempat inilah karya Batik Malessa lahir, sekaligus menjadi penopang ekonomi keluarga warga sekitar.
1. Berawal dari bahan sederhana
Madu Mastuti, pendiri Batik Malessa, memulai usahanya pada 2018. Ia membawa mimpi sederhana, menciptakan ruang bagi ibu rumah tangga agar tetap berdaya tanpa harus meninggalkan keluarga. Seiring perjalanan waktu, usaha ini tak hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi perempuan di lingkungannya.
Madu melihat banyak perempuan di sekitarnya memiliki keterampilan, namun tidak memiliki wadah untuk bekerja. Dari situ, ia membentuk Kelompok Wanita Berkarya sebagai ruang belajar dan bekerja bagi para perempuan, sembari tetap menjalankan peran mengasuh anak. Tujuannya jelas, memberdayakan ibu rumah tangga agar mampu membantu menopang ekonomi keluarga.
“Awalnya kami membuat daster dari kain perca, kain sisa yang dijadikan baju rumahan ibu–ibu. Seiring waktu, usaha ini berkembang hingga merambah ke kerajinan dan fashion. Kami mulai memproduksi produk premium seperti batik, lurik, dan tenun yang dipadupadankan menjadi busana,” ujarnya.
Perjalanan tersebut membawa Madu untuk mengombinasikan batik, lurik, dan tenun menjadi produk fashion yang lebih eksklusif. Dari bahan sederhana, lahir produk premium dengan ciri khas dan nilai jual tinggi, jauh dari kesan busana rumahan biasa.
Nama “Malessa” pun bukan sekadar merek. Nama tersebut merupakan gabungan dari Madu dan anaknya, Alesa, yang merepresentasikan perjalanan pribadi sekaligus usaha keluarga. Seluruh legalitas usaha telah dipenuhi, mulai dari HAKI, NIB, hingga TKDN.
2. Dua lini utama produk Malessa
Produk Malessa terbagi dalam dua lini utama. Pertama, produk massal seperti daster dan busana rumahan yang dipasarkan melalui toko-toko oleh-oleh besar. Kedua, lini produk premium berupa padu padan batik, lurik, dan tenun yang dirancang secara eksklusif.
Dalam proses produksinya, Malessa menerapkan quality control yang ketat. Setiap desain diawali dengan pembuatan sketsa agar tampil unik. Seluruh sisa kain pun dimanfaatkan untuk produk turunan seperti tas, topi, bantal, dompet, hingga gantungan kunci. Prinsip zero waste dijalankan secara konsisten.
Keunikan dan kualitas tersebut membuat produk Malessa banyak diminati. Sejumlah tokoh publik, termasuk MC Piala Dunia U-17 hingga pejabat, pernah mengenakan karya Malessa. Kepercayaan pasar ini menjadi bukti kreativitas dan kualitas usaha rumahan tersebut.
Kini, rumah produksi Malessa tak hanya milik Madu, tetapi juga menjadi milik para perajin di sekitarnya. Terdapat delapan orang yang terlibat, terdiri dari enam perempuan dan dua laki-laki, mulai dari penjahit hingga kurir. Dua di antaranya bahkan telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Produksi Malessa meningkat hingga 40 persen dibandingkan masa awal usaha. Kehadiran mesin jahit dan mesin potong baru yang diperoleh melalui pembiayaan KUR BRI membuat proses kerja menjadi lebih efisien. Peningkatan kapasitas ini turut membuka peluang distribusi yang lebih luas.
“Alhamdulillah, sejak 2018 hingga 2025, usaha kami terus berkembang dan mampu memberdayakan masyarakat sekitar. Kini, kami telah bermitra dengan toko oleh-oleh dan toko batik di dalam maupun luar kota, bahkan di bandara,” ujarnya.
3. BRI telah membina 54 Rumah BUMN BRI
Dukungan BRI melalui Rumah BUMN BRI Solo menjadi momentum penting bagi perkembangan Malessa. Tak hanya memperoleh akses permodalan, Madu juga mengikuti berbagai pelatihan dan pendampingan, mulai dari bimbingan teknis ekspor hingga program BRIncubator yang membekali UMKM dengan pengetahuan bisnis, digitalisasi, serta kesiapan ekspor.
Berbekal pendampingan tersebut, produk Malessa kini dipasarkan di berbagai toko, bandara, dan hotel di Surakarta. Karya mereka juga pernah dipamerkan di luar negeri, seperti di Belanda, Swiss, dan Australia.
“Program-program BRI sangat luar biasa. Saya mendapatkan banyak ilmu, pendampingan, dan arahan untuk meningkatkan kapasitas usaha agar UMKM bisa naik kelas dan siap ekspor,” kata Madu.
Bagi Madu, Malessa Fashion & Craft bukan sekadar bisnis. Usaha ini menjadi rumah bagi mimpi banyak perempuan, tempat belajar keterampilan, membangun kemandirian, dan meningkatkan ekonomi keluarga.
Ia menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan merupakan inti dari visi usahanya. Prinsipnya sederhana, ketika ibu–ibu berdaya, ekonomi keluarga dan masyarakat pun akan semakin kuat. Malessa menjadi bukti bahwa kreativitas dan kolaborasi mampu menghadirkan perubahan nyata.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Micro BRI Akhmad Purwakajaya menyampaikan bahwa BRI terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong UMKM agar berkembang dan naik kelas melalui berbagai program pemberdayaan, termasuk Rumah BUMN BRI. Selain menyediakan akses permodalan, BRI juga menghadirkan pembinaan, pendampingan usaha, serta membuka akses pasar hingga ke mancanegara.
Hingga akhir September 2025, BRI telah membina 54 Rumah BUMN BRI dan menyelenggarakan lebih dari 17 ribu pelatihan.
“Upaya ini merupakan bagian dari strategi BRI untuk memperkuat ekosistem UMKM di berbagai daerah di Indonesia. Dengan dukungan pemberdayaan BRI, UMKM diharapkan mampu meningkatkan daya saing serta menciptakan nilai tambah di pasar,” tegasnya. (WEB)





