KPK Periksa Sekretaris Ditjen Pelatihan Vokasi Kemnaker

foto/istimewa

sekilas.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kesaksian Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Memey Meirita Handayani, terkait penggunaan uang dalam dugaan korupsi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kemnaker.

Lembaga antirasuah tersebut menduga salah satu tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Gatot Widiartono, menggunakan uang hasil korupsi RPTKA di Kemnaker.

Baca juga:

“Penyidik meminta konfirmasi mengenai penggunaan uang hasil dugaan tindak pemerasan TKA dari tersangka GW,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Oktober 2025.

Pemeriksaan terhadap Sesditjen Binalavotas Kemnaker tersebut berlangsung di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 10 Oktober 2025. Selain itu, KPK juga memeriksa dua pihak swasta, yakni seorang notaris bernama Ary Primadyanta dan Ahmad Yuni Maarif.

Budi menjelaskan, ketiganya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus ini.

Dalam kasus ini, KPK telah menahan delapan tersangka. Penahanan dilakukan secara terpisah, yakni pada 17 dan 24 Juli 2025.

Pada 17 Juli, KPK menahan empat tersangka yang merupakan pejabat eselon I dan II. Mereka adalah Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) periode 2020–2023 Kemnaker, Suhartono; Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing periode 2019–2024, Haryanto, yang kemudian menjabat sebagai Direktur Binapenta dan PKK periode 2024–2025; Direktur PPTKA Kemnaker periode 2017–2019, Wisnu Pramono; serta Direktur PPTKA Kemnaker periode 2024–2025, Devi Angraeni.

Kemudian, pada 24 Juli, KPK menahan empat tersangka lainnya yang merupakan pelaksana di tingkat bawah. Mereka adalah Gatot Widiartono; Petugas Saluran Siaga RPTKA periode 2019–2024 dan verifikator pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024–2025, Putri Citra Wahyoe; Analis Tata Usaha Direktorat PPTKA periode 2019–2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024–2025, Jamal Shodiqin; serta Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker periode 2018–2025, Alfa Eshad.

Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, sebelumnya mengatakan bahwa delapan tersangka tersebut memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen tenaga kerja asing (TKA). Mereka bersekongkol melakukan pemerasan dalam jabatan terhadap para TKA yang mengurus izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.

Secara umum, menurut Budi, para tenaga kerja asing yang ingin mengurus izin mengajukan permohonan secara daring melalui perusahaan agen. Pihak Kemnaker kemudian akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan berkas permohonan tersebut.

Jika ada berkas yang kurang, kata Budi, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen agar melengkapinya dalam waktu lima hari. Namun, di sinilah praktik pemerasan terjadi — petugas mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke jalur informal.

“Mereka menghubungi para agen melalui aplikasi pesan WhatsApp, bukan lewat sistem daring yang sudah disediakan,” ujar Budi. Dalam komunikasi itu, para petugas meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan proses permohonan izin.

Agen yang memberikan uang kemudian akan mendapat pemberitahuan untuk melengkapi berkasnya. Sebaliknya, bagi agen yang tidak memberikan uang, permohonan izinnya akan terhambat.

Budi menjelaskan, petugas yang melakukan pemerasan biasanya tidak memberitahu kekurangan berkas, tidak memproses permohonan, atau sengaja mengulur waktu penyelesaian, sehingga tenaga kerja asing dikenai denda. Adapun denda yang harus ditanggung pemohon cukup besar, yakni Rp1 juta per hari.

“Para agen tadi mau tidak mau harus memberikan uang. Kalau tidak, mereka akan mendapat denda yang jauh lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan,” kata Budi Sukmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 5 Juni 2025.

Artikel Terkait