Komnas HAM Bahas Penangkapan Aktivis Bersama Polda Metro Jaya

foto/istimewa

sekilas.co – KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengagendakan pertemuan dengan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk meminta keterangan terkait penangkapan dan penetapan tersangka terhadap sejumlah aktivis setelah kerusuhan demonstrasi pada akhir Agustus lalu.

“Pekan ini, rencana kami akan menemui Polda Metro untuk menanyakan lebih jauh mengenai proses penanganan hukum yang dilakukan,” ujar Komisioner Komnas HAM Saurlin Pandapotan Siagian saat ditemui pada Selasa, 21 Oktober 2025.

Baca juga:

Saurlin menjelaskan, permintaan keterangan tersebut perlu dilakukan. Sebab, Komnas HAM meragukan bahwa Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen, memiliki kapasitas untuk mendalangi kerusuhan di berbagai daerah saat demonstrasi akhir Agustus.

“Menurut saya, lembaga (Lokataru Foundation) dan figur Delpedro ini terlalu kecil untuk dianggap sebagai kreator dari sebuah aksi yang sungguh luar biasa,” ujar dia.

Adapun kerusuhan di sejumlah daerah pecah saat demonstrasi berlangsung pada 25–31 Agustus lalu. Eskalasi demonstrasi semakin meluas setelah pengemudi ojek online, Affam Kurniawan, tewas dilindas kendaraan taktis milik Korps Brimob Polri pada 28 Agustus 2025.

Massa kemudian membakar sejumlah kantor polisi di Jakarta dan kantor DPRD di berbagai daerah. Sepanjang demonstrasi tersebut, tercatat 10 orang meninggal, 5.444 orang ditangkap, dan 997 orang ditetapkan sebagai tersangka.

Delpedro ditangkap pada 1 September di kantor Lokataru, Jakarta Timur. Polda Metro Jaya menduga Delpedro melakukan tindak pidana penghasutan. Salah satu bukti yang digunakan polisi adalah unggahan di akun Instagram @lokataru-foundation.

Dalam unggahan itu tertera informasi posko aduan dan nomor hotline yang bisa dihubungi oleh pelajar untuk mengadukan sanksi yang mereka terima karena ikut berdemonstrasi.

Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Putu Elvina, mengatakan barang bukti yang digunakan kepolisian dalam menangkap Delpedro juga akan ditanyakan lebih mendalam oleh lembaganya guna memastikan apakah prosedur yang diterapkan dijalankan dengan benar oleh penyidik.

Ia menjelaskan, penggunaan percakapan Delpedro dengan jejaringnya sebagai bukti akan menjadi salah satu hal yang dibahas. Sebab, monitoring siber seharusnya berada pada ranah media sosial, bukan merangsek ke percakapan pribadi.

“Ada dugaan penyadapan atau tidak, kami akan menanyakan itu lebih dalam,” kata Putu.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan lembaganya telah mendorong agar para aktivis yang ditangkap mengajukan gugatan praperadilan terhadap penetapan tersangka oleh kepolisian.

Selain itu, kata dia, Komnas HAM juga meminta kepolisian untuk menjelaskan secara rinci ihwal proses penangkapan dan penetapan tersangka para aktivis guna memastikan proses tersebut berjalan sesuai standar operasional prosedur serta mengedepankan prinsip HAM.

“Ketika seseorang ditangkap, dia harus memperoleh penjelasan ditangkap karena apa dan harus segera memperoleh proses hukum yang kredibel. Itu yang sejak awal terus kami dorong kepada kepolisian,” ujar Anis.

Tempo telah menghubungi Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Brigadir Jenderal Ade Ary Indradi Syam, terkait proses penangkapan Delpedro dan aktivis lainnya.

Namun, hingga artikel ini dipublikasikan, pesan dan upaya menghubungi melalui sambungan telepon belum memperoleh jawaban.

Artikel Terkait