Sekilas.co – Anggota Komisi XII DPR RI, Yulisman, menekankan perlunya langkah cepat dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam memperkuat tata kelola limbah industri, khususnya yang berasal dari sektor migas, pertambangan, perkebunan sawit, serta produk turunannya. Ia menyoroti secara khusus limbah kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dinilai berpotensi besar mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Menurut Yulisman, berdasarkan data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2024, sepanjang tahun 2023 tercatat sebanyak 1.362 perusahaan di sektor migas, tambang, dan sawit menghasilkan total 58,52 juta ton limbah B3. Dari jumlah tersebut, sekitar 53,72 juta ton berhasil dikelola, namun masih tersisa hampir 4,8 juta ton yang tidak tertangani dengan baik dan berisiko mengganggu kesehatan masyarakat serta mencemari ekosistem.
“Angka ini jelas tidak bisa dipandang sebelah mata. KLH harus mengambil peran sebagai motor penggerak integrasi nasional dalam pengelolaan limbah migas, tambang, sawit, dan seluruh turunannya. Persoalan ini bukan sekadar urusan teknis di daerah, melainkan isu strategis untuk menjaga kelestarian lingkungan, kesehatan publik, hingga daya saing industri kita di tingkat global,” ujar Yulisman di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, daerah-daerah penghasil migas, tambang, dan sawit seperti Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi, hingga Papua, harus mendapatkan perhatian lebih serius. Pasalnya, masih terdapat ketimpangan infrastruktur pengelolaan limbah B3 di luar Pulau Jawa yang menyebabkan tidak semua wilayah mampu menangani limbah secara optimal.
“KLH perlu melakukan pemetaan menyeluruh terkait kapasitas fasilitas pengolahan limbah di daerah penghasil utama migas, tambang, dan sawit. Pemerataan fasilitas sangat penting agar tidak ada daerah yang menjadi korban hanya karena infrastruktur pengelolaannya tertinggal jauh,” tegasnya.
Selain regulasi dan integrasi data, Yulisman juga menekankan pentingnya audit dan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan-perusahaan besar. Ia menilai perlu adanya sistem audit lingkungan yang tegas, transparan, dan dijalankan secara konsisten.
“Setiap perusahaan harus melaporkan secara berkala volume limbah yang dihasilkan, metode pengolahannya, hingga pemanfaatan akhir dari limbah tersebut. DPR bersama KLH akan memastikan adanya sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak patuh serta insentif bagi mereka yang menjalankan kewajiban dengan baik,” jelasnya.
Tak hanya itu, Yulisman juga menekankan bahwa tata kelola limbah B3 harus dikaitkan dengan agenda besar transisi energi, pengurangan emisi, dan pengembangan ekonomi hijau. Dengan pemanfaatan teknologi modern, sebagian limbah bahkan berpotensi diolah kembali menjadi bahan baku industri lain atau bahkan sumber energi alternatif.
“Cara pandang kita terhadap limbah migas, tambang, sawit, dan turunannya harus diubah. Limbah bukan semata beban, tetapi bisa menjadi peluang jika dikelola dengan tepat. DPR siap memberikan dukungan penuh, baik dari sisi regulasi, pengawasan, maupun anggaran, agar agenda pengelolaan limbah ini benar-benar berjalan merata di seluruh daerah penghasil migas, tambang, dan sawit di Indonesia,” pungkas Yulisman.





