Kimia Farma Catat Rugi Rp234 Miliar hingga Kuartal III 2025

foto/istimewa

sekilas.co – PT KIMIA Farma Tbk membukukan rugi tahun berjalan Rp 234,1 miliar sepanjang Januari-September 2025. Jumlah ini turun dari Rp 550,8 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan laporan keuangannya di Bursa Efek Indonesia, emiten berkode KAEF ini mengantongi penjualan bersih Rp 7 triliun. Jumlah ini turun dari Rp 7,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Baca juga:

Pendapatan KAEF ini berasal dari penjualan lokal dan luar negeri. Di pasar dalam negeri, KAEF mengantongi penjualan dari pihak ketiga Rp 6,3 triliun dan pihak berelasi Rp 521,2 miliar. Sementara itu, penjualan luar negeri terdiri dari garam kina dan essential oil Rp 125,1 miliar serta obat dan alat kesehatan Rp 1,7 miliar.

Beban pokok penjualan KAEF turun dari Rp 5,5 triliun pada September 2024 menjadi Rp 4,5 triliun hingga September 2025. Laba bruto KAEF tercatat Rp 2,4 triliun atau meningkat dari Rp 2,3 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Hingga 30 September 2025, KAEF memiliki total liabilitas Rp 11,7 triliun dan ekuitas Rp 3,1 triliun. Adapun, total aset KAEF tercatat sebesar Rp 581,5 triliun atau turun dari Rp 618 triliun pada Desember 2024.

Pada tahun ini, Kimia Farma juga berencana menjual 38 aset senilai Rp 2,1 triliun. Aset yang dijual terdiri dari satu bangunan di Cikarang, Jawa Barat, senilai Rp 347 miliar dan 37 lainnya senilai Rp 1,8 triliun.

Manajemen KAEF dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 30 Oktober 2025, mengatakan dari pengalihan aset ini terdapat satu transaksi dari pihak afiliasi, yaitu PT Bio Farma, yang mengambil aset di Cikarang.

Adapun, sisa aset lain bakal dialihkan melalui skema penawaran umum atau lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Apabila lelang tidak membuahkan hasil, manajemen bakal menempuh penawaran terbatas hingga penunjukan langsung.

Manajemen mengatakan hasil penjualan aset Cikarang sebesar Rp 347 miliar dipakai untuk penyelesaian utang dagang dan pembayaran utang, memenuhi kebutuhan pembayaran berkaitan dengan regulasi, dan memenuhi core operasional yang berdampak langsung pada produksi serta penjualan.

Sementara itu, hasil penjualan terhadap 37 aset senilai Rp 1,8 triliun bakal dipakai 50 persen untuk kewajiban mandatory prepayment atas fasilitas pembiayaan tranche B dan 50 persen untuk modal kerja, bayar utang serta kebutuhan lain.

Artikel Terkait