sekilas.co – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menempati urutan keempat terbesar di dunia terkait kasus konten pornografi anak. Ia menjelaskan, jumlah konten yang terdeteksi mencapai lebih dari 5,5 juta.
“Sayangnya, angka ini menempatkan Indonesia pada posisi keempat terbesar secara global,” ujar Meutya dalam acara sosialisasi Peraturan Pemerintah mengenai Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, 28 Maret 2025.
Selain kasus pornografi anak, tercatat 48 persen anak di Indonesia mengalami perundungan daring. Sementara itu, sekitar 80 ribu anak berusia di bawah 10 tahun sudah terpapar praktik judi online.
“Bapak Presiden memberi perhatian serius terhadap situasi saat ini, di mana marak terjadi tindak kejahatan terhadap anak,” ujarnya.
Meutya menjelaskan bahwa angka-angka tersebut mendapat perhatian Presiden Prabowo, sehingga beliau menyetujui penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
Ia menuturkan, gagasan mengenai PP Tata Kelola Digital untuk Perlindungan Anak sebenarnya berawal dari komitmen Indonesia pada forum KTT G20 saat menjadi Presidensi pada 2022. Terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kemudian menjadi landasan hukum utama bagi peraturan ini. Selanjutnya, Kementerian Komunikasi dan Digital mengajukan izin prakarsa PP tersebut kepada Presiden Prabowo pada 13 Januari 2025.
“Ketika kami bertemu Presiden Prabowo, itu menjadi momen bersejarah yang membuat kami sangat terharu sebagai orang tua. Saat itu, beliau memberikan arahan yang tegas dan berani mengenai pentingnya aturan perlindungan anak di ruang digital yang aman, termasuk terkait penundaan usia anak untuk mengakses media sosial,” ujarnya.
Usai memperoleh restu Presiden Prabowo, Kementerian Komunikasi dan Digital segera mengadakan konsultasi publik dengan menghimpun 287 masukan serta tanggapan dari 24 pemangku kepentingan. Selain itu, Komdigi juga menggandeng ratusan lembaga baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Kami telah melaksanakan tujuh kali FGD yang diikuti oleh perwakilan lintas kementerian, kalangan akademisi, organisasi non-pemerintah, hingga para pakar. Dalam proses pembahasan, koordinasi panitia antarkementerian diperluas demi menjamin keselarasan kebijakan,” jelas politikus Partai Golkar tersebut.





