Sekilas.co – Co-founder Saratoga Capital Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno, menilai Asia memiliki peluang besar menjadi penggerak utama ekonomi hijau dan pasar karbon global. Pernyataan ini disampaikan pada BNP Paribas Sustainable Future Forum 2025 di Singapura, Kamis, 30 Oktober 2025.
“Asia memiliki 60 persen populasi dan keanekaragaman hayati dunia. Itu bukan kerentanan, tetapi potensi,” ujar Sandiaga Uno.
Menurut Sandiaga Uno, melalui pembiayaan hijau dan reformasi kebijakan, Asia dapat mengubah risiko iklim menjadi peluang ekonomi sekaligus menjadi mesin dekarbonisasi global.
Ia menambahkan, pasar karbon kini bergerak dari sekadar komitmen menuju kinerja nyata, dan kawasan Asia-Pasifik menyumbang lebih dari 60 persen permintaan dan pasokan global.
Di Indonesia, perdagangan karbon melalui IDX Carbon tumbuh hampir lima kali lipat dibanding tahun sebelumnya, dengan volume transaksi mencapai 700.000 ton CO2 ekuivalen hingga pertengahan 2025.
“Fokus kami adalah memastikan integritas, keterlacakan, dan dampak yang terukur,” kata Sandiaga Uno.
Momentum investasi hijau tumbuh di tiga sektor utama:
- 
Proyek berbasis alam, seperti mangrove, lahan gambut, dan kehutanan. 
- 
Solusi berbasis teknologi, termasuk pemantauan digital berbasis blockchain dan kecerdasan buatan. 
- 
Pengembangan ekosistem pendukung, seperti bursa karbon digital dan model blended finance yang menghubungkan proyek lokal dengan pembeli global. 
Potensi proyek berbasis alam di Indonesia diperkirakan mencapai 13 miliar ton CO2 ekuivalen dengan nilai hampir 8 miliar dolar AS per tahun.
Reformasi Pasar Karbon Nasional
Sandiaga Uno juga menyoroti langkah Indonesia yang baru saja membuka kembali perdagangan karbon internasional setelah empat tahun vakum. Dengan tata kelola yang lebih kuat dan kejelasan harga, pembukaan ini menjadi titik balik penting bagi kepercayaan investor.
“Langkah ini menciptakan likuiditas baru, akses global, dan mengubah modal alam kita menjadi modal yang dapat diinvestasikan,” ujarnya.
 
									 
													




