Wregas Bhanuteja mengaku bangga atas terpilihnya Para Perasuk di Sundance. Menurutnya, pencapaian ini menjadi momen penting dalam perjalanan kariernya sebagai sineas. “Saya sangat bersyukur bisa mendapatkan apresiasi seperti ini, benar-benar di luar dugaan,” ujarnya saat ditemui dalam sebuah konferensi pers.
Kehadiran film ini diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan industri perfilman Indonesia sekaligus membawa cerita-cerita lokal ke panggung global. Melalui partisipasi di festival internasional seperti Sundance, Wregas berharap Para Perasuk dapat menampilkan kekayaan budaya Indonesia kepada audiens mancanegara serta menawarkan sudut pandang segar dalam ranah film drama internasional.
Sinopsis dan Karakter Utama
Kisah film ini berpusat di Desa Latas, sebuah desa rekaan yang memiliki tradisi khas berupa perayaan kerasukan. Bagi masyarakat setempat, kerasukan bukan hal yang ditakuti, melainkan dirayakan sebagai bagian dari pesta hiburan dengan tarian, musik, dan lantunan mantra. Dalam ritual tersebut, hadir sosok perasuk yang bertugas menyalurkan roh binatang ke dalam tubuh para pelamun, sebutan bagi warga yang mengikuti prosesi tersebut.
Tokoh utama dalam film ini adalah Bayu yang diperankan oleh Angga Yunanda, seorang pemuda dengan impian menjadi perasuk. Ia memiliki rival bernama Ananto (Bryan Domani), serta sahabat setia Pawit (Chicco Kurniawan) yang selalu mendukung langkahnya. Sementara itu, Maudy Ayunda memerankan Laksmi, seorang pelamun yang kecanduan pengalaman kerasukan. Kehadiran berbagai roh binatang, mulai dari bulus hingga kerbau, menghadirkan sensasi kerasukan yang berbeda-beda dan membawa penonton ke dalam nuansa halusinatif yang magis.
Tema dan Pesan Film
Para Perasuk mengangkat tema kerasukan yang berakar kuat pada budaya lokal. Meski demikian, Wregas menegaskan bahwa film ini tidak semata-mata menonjolkan unsur horor, melainkan menyajikan kisah fiktif yang merefleksikan hubungan manusia dengan obsesi dan ambisi yang kerap mengalahkan kedekatan dengan orang-orang terdekat.
Melalui tema tersebut, Wregas mengajak penonton untuk melakukan perenungan. Ia menyampaikan, “Saat kita terlalu haus akan kekuasaan, pengakuan, atau kekuatan, sering kali kita lupa pada mereka yang sebenarnya peduli dan menyayangi kita.” Pesan ini menjadi ajakan agar penonton tetap menjaga kepekaan terhadap lingkungan sekitar sembari terus mengejar mimpi.