Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Kualitas Gizi Daging Sapi Lokal dan Impor

foto/isrimewa

sekilas.co – Ahli Gizi Olahraga lulusan Universitas Oklahoma, Emilia Achmadi, menjelaskan bahwa kualitas daging sapi lokal dan impor dapat berbeda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.

“Kalau dari sisi protein, tidak terlalu banyak berbeda, tapi dari jumlah lemaknya bisa sangat berbeda,” ujar Emilia kepada ANTARA di Jakarta, Senin (13/10).

Baca juga:

Menurut Emilia, faktor pertama yang memengaruhi kualitas daging adalah perawatannya. Sapi yang dirawat dengan baik akan tumbuh besar hingga beratnya bisa mencapai 500 kilogram, sehingga mampu menghasilkan lebih banyak daging. Perawatan yang tepat juga akan membuat kandungan protein dalam daging menjadi lebih berkualitas.

Perbedaan berikutnya terletak pada jenis pakan yang diberikan. Sapi yang diberi makan dengan grass-fed atau rumput segar, memiliki kandungan omega-3 lebih tinggi. Sebaliknya, sapi yang diberi grain-fed atau biji-bijian, akan memiliki profil lemak yang berbeda.

“Jadi, lemak esensial dan komposisi nutrisinya akan sedikit berbeda. Makanya sapi yang memakan rumput segar selalu dikatakan sebagai daging merah yang lebih sehat, karena kecenderungan omega-3-nya lebih tinggi. Selain itu, ada juga lemak jenuh berupa conjugated linoleic acid (CLA),” jelasnya.

CLA merupakan lemak jenuh yang sangat baik untuk menghasilkan energi, terutama bagi orang yang aktif berolahraga.

Di sisi lain, proses memasak juga memengaruhi kualitas daging. Menurut Emilia, daging yang tidak lembut dan kurang berkualitas akan lebih sulit diolah menjadi hidangan seperti steak.

Ditemui secara terpisah, Chef Owner Silk Bistro, Freedie Salim, menambahkan bahwa daging sapi impor, seperti dari Australia, melalui proses pemeliharaan yang baik. Sejak kecil, sapi dijaga agar jauh dari stres sehingga dagingnya tetap empuk saat dikonsumsi. Seluruh hewan dilepas bebas di padang rumput organik yang dekat dengan laut.

Saat sapi menempuh perjalanan jauh sebelum dipotong, pihak pemotong biasanya memberikan waktu istirahat terlebih dahulu. Proses pemotongan juga menggunakan teknologi stun untuk memastikan sapi cepat mati dengan cara yang manusiawi.

“Mereka secepat mungkin dibuat mati, bisa dengan stun, lalu langsung tergeletak, tapi tidak langsung disayat. Sapi digantung dulu, dikuliti, baru diturunkan,” ujarnya.

Sementara itu, di Indonesia, pemotongan daging masih mengacu pada ajaran agama dan memerlukan tata laksana khusus di tempat pemotongan hewan.

“Saya tidak membahas ajarannya, tapi begitu daging sapi langsung dibabat, sapi menjadi stres, dan itu yang membuat daging menjadi keras,” tambahnya.

Di Indonesia, sapi cenderung lebih banyak diikat di satu tempat, dibanding dilepas bebas seperti di Australia.

Freedie juga menekankan bahwa selain cara pemotongan, perbedaan kualitas daging dipengaruhi oleh jenis pakan, lingkungan sekitar, dan cara perawatan sapi.

Artikel Terkait