Etomidate Dianggap Berbahaya, Polisi Dorong Pengaturan Seperti Narkoba

foto/istimewa

Sekilas.coBadan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar etomidate dimasukkan dalam kategori narkotika. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pencegahan penyalahgunaan zat berbahaya yang semakin marak, terutama dalam bentuk cairan vape ilegal yang beredar di masyarakat.

Direktur Tindak Pidana Bareskrim Brigadir Jenderal Eko Hadi Santoso menjelaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan berbagai temuan dan data pendukung kepada Kementerian Kesehatan sebagai bahan pertimbangan resmi untuk memasukkan etomidate ke dalam daftar narkotika atau psikotropika.

Baca juga:

“Kami memberikan input data yang mana nanti Kementerian Kesehatan bisa mengambil keputusan memasukkan etomidate itu dalam lampiran narkotika atau psikotropika,” kata Eko di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (22/10/2025).

Menurut Eko, etomidate bersama zat ketamin kini banyak ditemukan dalam cairan vape ilegal yang beredar di pasaran. Zat tersebut memberikan efek sedatif atau penenang yang mirip dengan narkotika pada umumnya, sehingga rawan disalahgunakan oleh pengguna yang tidak memiliki kebutuhan medis.

Ia juga mencontohkan salah satu kasus yang sempat menjadi perhatian publik, yakni penangkapan artis Jonathan Frizzy oleh Polres Bandara Soekarno-Hatta pada April 2025. Dalam kasus tersebut, aparat menemukan cairan vape yang mengandung etomidate dan ketamin, yang kemudian dikategorikan sebagai bahan kimia berbahaya karena menimbulkan efek seperti obat bius kuat.

“Temuan-temuan di lapangan menunjukkan etomidate ini bukan lagi digunakan untuk tujuan medis sebagaimana mestinya. Sudah banyak yang menyalahgunakan sebagai pengganti narkoba,” ujar Eko menegaskan.

Melansir laman resmi BNN, etomidate tergolong dalam kategori New Psychoactive Substances (NPS) atau zat psikoaktif baru. NPS adalah kelompok senyawa kimia yang meniru efek narkotika dan psikotropika, namun belum seluruhnya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Karena sifatnya yang baru dan sering dimodifikasi secara kimiawi, zat ini diawasi secara ketat oleh aparat penegak hukum dan lembaga kesehatan.

Etomidate sendiri memiliki efek sedatif, hipnotik, dan euforia ringan, yang membuatnya rentan disalahgunakan oleh oknum untuk mendapatkan efek “mabuk” tanpa harus menggunakan narkoba tradisional. Dalam praktiknya, sindikat narkotika sering memanfaatkan celah hukum terhadap zat NPS seperti etomidate untuk memasarkan produk berbahaya dengan kedok legalitas semu, seperti cairan vape, suplemen cair, atau campuran obat non-resep.

“Inilah yang kami khawatirkan, zat seperti etomidate ini digunakan dengan kedok produk legal. Padahal dampaknya sama berbahayanya dengan narkoba jenis lain,” ujar Eko.

Selain Bareskrim Polri, BNN juga telah melakukan audiensi resmi dengan Kementerian Kesehatan terkait rencana tersebut. Kepala BNN Suyudi Ario Seto mengatakan, BNN telah menyampaikan rekomendasi agar etomidate dan ketamin dimasukkan ke dalam golongan narkotika, mengingat potensi penyalahgunaannya yang semakin tinggi di masyarakat.

“Kami sudah mendorong Kementerian Kesehatan untuk segera mengambil langkah tegas dengan memasukkan etomidate dan ketamin ke dalam golongan narkotika. Ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi penegakan kasus penyalahgunaan zat tersebut,” ujar Suyudi.

BNN menilai, pengawasan terhadap zat kimia baru seperti etomidate merupakan bagian penting dari strategi nasional dalam memerangi peredaran gelap narkoba. Dengan memasukkan etomidate ke dalam lampiran daftar narkotika, aparat penegak hukum dapat lebih mudah menindak pelaku penyalahgunaan maupun jaringan yang memperjualbelikannya.

Langkah ini juga diharapkan dapat menutup celah hukum yang kerap dimanfaatkan oleh sindikat narkoba internasional untuk menyamarkan zat berbahaya di bawah nama zat psikoaktif baru (NPS).

Artikel Terkait