Efektivitas Sirine dan Strobo dalam Respon Cepat

foto/ilustrasi

Sekilas.co – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Republik Indonesia merespons cepat aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan suara sirine dan lampu strobo kendaraan patroli pengawalan (patwal) saat mengawal perjalanan rombongan pejabat menuju suatu lokasi.

Ketidaknyamanan ini sempat viral di media sosial melalui gerakan bertanda pagar atau tagar “Stop tut, tut, wuk, wuk”. Menanggapi hal tersebut, Korlantas Polri membekukan sementara penggunaan sirine dan lampu strobo bagi anggota Satlantas yang bertugas mengawal kendaraan pejabat, kecuali untuk kepentingan khusus yang memang mendesak.

Baca juga:

Istana juga menanggapi desakan masyarakat, dengan menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto ingin menghadirkan kenyamanan bagi masyarakat di berbagai aspek, termasuk di jalan raya. Melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, istana mengingatkan para pejabat negara untuk tidak menyalahgunakan fasilitas jalan yang dapat mengganggu kenyamanan pengguna lain, seperti sirine dan lampu strobo.

Tidak hanya sekadar imbauan, Kementerian Sekretariat Negara telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pejabat negara agar mematuhi aturan perundang-undangan mengenai pengawalan serta penggunaan sirine dan strobo. Surat edaran tersebut menekankan pentingnya kepatutan, terutama terkait kenyamanan pengguna jalan.

Presiden Prabowo Subianto sendiri telah memberi contoh dengan tidak menggunakan fasilitas sirine dan lampu strobo, sehingga kendaraan presiden mengikuti aturan sama seperti pengendara lain, termasuk saat berada di tengah kemacetan.

Pada dasarnya, setiap orang memiliki hak yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana jalan. Tidak ada yang diutamakan, kecuali pihak-pihak yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993.

Sesuai PP No. 43 Tahun 1993, Pasal 65 ayat 1, pihak-pihak yang wajib didahulukan di jalan meliputi: kendaraan pemadam kebakaran yang sedang bertugas, ambulans mengangkut pasien, kendaraan pertolongan kecelakaan lalu lintas, kendaraan kepala negara atau tamu negara, iring-iringan jenazah, konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, serta kendaraan untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Meskipun demikian, Korlantas Polri dan Istana tidak semata berpatokan pada peraturan tersebut. Presiden, sesuai penjelasan Mensesneg, memilih menggunakan jalan tanpa menerobos hak pengguna jalan lain. Demikian juga Korlantas Polri, sebagai pelaksana pengawalan kendaraan khusus, memilih menghentikan sementara penggunaan sirine dan lampu strobo.

Terus Diawasi

Di era digital ini, semua hal menjadi serba terbuka dan mudah diawasi oleh masyarakat, termasuk perilaku pejabat di jalan yang kendaraan pengawalnya biasanya menggunakan sirine dan lampu strobo. Hal ini karena masyarakat memiliki saluran cepat dan efektif untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap perilaku atau pernyataan pejabat, yaitu melalui media sosial.

Dulu, fungsi “watchdog” atau pengawas jalannya pemerintahan banyak dijalankan oleh institusi pers. Kini, peran itu mulai banyak didistribusikan ke kanal media sosial, yang dampaknya tidak kalah luas dan kuat dibandingkan media massa arus utama. Bahkan dari sisi kecepatan, media sosial sering kali lebih unggul daripada media konvensional.

Oleh karena itu, sikap Korps Lalu Lintas Polri yang merespons cepat gerakan protes terkait kenyamanan warga di jalan raya sudah sangat tepat. Keputusan pemimpin Korlantas Polri ini memberi afirmasi kepada publik bahwa institusi penegak hukum dan ketertiban masyarakat mau mendengar keluhan warga.

Kita dapat melihat bahwa institusi Polri, yang oleh sejumlah tokoh diminta untuk direformasi, bersedia melakukan perubahan sesuai aspirasi masyarakat. Dalam menghadapi tuntutan reformasi, Polri sudah mampu “mencicil” perbaikan internal terkait hal-hal potensial yang bisa segera diterapkan.

Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah, termasuk Polri, kecuali memerhatikan dan segera merespons kehendak masyarakat. Dalam situasi seperti ini, semua aparatur pemerintah, khususnya instansi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak boleh mengabaikan aspirasi sekecil apapun yang terkait ketidaknyamanan rakyat.

Pengabaian terhadap aspirasi rakyat ibarat menyimpan bom yang sewaktu-waktu bisa meledak. Contohnya, pernyataan kontroversial sejumlah anggota DPR RI di Jakarta beberapa waktu lalu yang memicu unjuk rasa hingga berakhir dengan kerusuhan. Demikian juga pernyataan Bupati Pati Sudewo yang dinilai menantang warga untuk berunjuk rasa, sehingga memancing kemarahan masyarakat dan tuntutan agar bupati mundur.

Dengan demikian, menyikapi aksi protes warga terkait penggunaan sirine dan lampu strobo yang ramai di dunia maya, langkah responsif Polri patut diapresiasi.

Artikel Terkait