DPR Panggil Trans7 dan Komdigi Terkait Tayangan Singgung Pesantren

foto/istimewa

sekilas.co – Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, memanggil Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta perwakilan stasiun TV Trans7 hari ini, Kamis, 16 Oktober 2025. Pemanggilan ini terkait polemik tayangan yang dianggap melecehkan para kiai dan lembaga pesantren.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, parlemen memiliki tanggung jawab mengawasi isu yang meresahkan masyarakat. “Kami akan beraudiensi terkait persoalan ini, karena isunya cukup besar dan berdampak pada hajat hidup orang banyak,” ujar Cucun melalui keterangan tertulis.

Baca juga:

Berdasarkan agenda DPR yang dilihat Tempo, pertemuan akan digelar mulai pukul 14.00 WIB di ruang rapat Komisi IV DPR, Gedung Nusantara. Rencananya, hadir dalam pertemuan tersebut Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Komisi Penyiaran Indonesia, Direktur Utama Trans7, serta himpunan alumni santri Lirboyo.

Tayangan yang menjadi polemik adalah program Xpose Uncensored, yang menampilkan Pondok Pesantren Lirboyo di Jawa Timur. Program Trans7 ini merangkum beberapa isu, salah satunya berjudul “Kiai yang kaya raya, tapi umat yang kasih amplop”. Tayangan tersebut memuat narasi satir, seperti “santri minum susu saja harus jongkok” hingga “menyalami kiai harus jongkok”, yang memicu gelombang protes dari kalangan pesantren.

Cucun menilai Trans7 perlu bertanggung jawab atas tayangan tersebut dengan mengambil langkah konkret. Menurutnya, media harus menjaga etika dan peka terhadap nilai-nilai keagamaan yang menjadi bagian penting kehidupan masyarakat. “Menjadi juru damai, bukan malah mengadu domba antar-masyarakat. Media jangan memecah belah bangsa,” ujar legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat II itu.

Cucun meminta pertanggungjawaban jika terdapat unsur kesengajaan dalam menggiring opini publik. Pasalnya, konten program TV tersebut berpotensi menyesatkan dan menciptakan pandangan negatif terhadap lembaga keagamaan dan pendidikan, seperti pesantren.

“Hemat saya, jika melihat judul tayangannya, ada unsur kesengajaan dalam membangun narasi yang menyesatkan. Artinya, hal ini bisa masuk ke ranah penghasutan,” ujar Cucun.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Indonesia menghormati kebebasan berekspresi sebagai hak asasi yang dijamin konstitusi. Namun, kebebasan itu harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan tidak boleh disalahgunakan untuk menyebarkan narasi yang memecah belah bangsa.

“Kami tentu menghargai kebebasan berekspresi, tapi kebebasan itu ada batasnya. Jangan sampai konten hiburan menjadi pintu masuk bagi upaya penggiringan opini publik yang merendahkan pesantren, apalagi dengan muatan yang bisa memicu konflik horizontal,” tutur pimpinan DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat itu.

Artikel Terkait