Dokter Pemenuhan Kepadatan Tulang Sejak Dini Bisa Cegah Osteoporosis

foto/istimewa

sekilas.co Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dr. Frida Soesanti, SpA, Subsp. Endo(K), PhD, menyampaikan bahwa terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam membantu pembentukan kepadatan tulang pada anak dan remaja guna mencegah osteoporosis atau tulang rapuh.

Anak dan remaja bisa membentuk tulang yang padat secara optimal, karena hal ini menjadi tabungan untuk mencegah osteoporosis dan patah tulang — baik di masa anak-anak, remaja, maupun saat tua nanti,” ujar dr. Frida dalam diskusi kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Baca juga:

Dokter yang tergabung dalam Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu menjelaskan bahwa di dalam tulang terdapat lempeng pertumbuhan (growth plate).
Selama lempeng pertumbuhan tersebut masih terbuka, anak masih memiliki potensi untuk tumbuh, terlepas dari usianya.

Jadi, kalau di usia 12 tahun semua lempeng pertumbuhan sudah menutup, maka pertumbuhan tinggi badan juga akan berhenti,” tuturnya.

Frida menambahkan, tulang pada anak mengalami dua proses, yakni modeling dan remodeling.
Pada proses modeling, tulang anak akan tumbuh menjadi lebih panjang dan tebal seiring masa pertumbuhan.

Sementara itu, proses remodeling merupakan pergantian jaringan tulang lama dengan yang baru, dan proses ini juga terjadi pada orang dewasa.

Kepala Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia  Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta itu menjelaskan bahwa tulang terbentuk dari dua komponen utama, yakni mineral yang terdiri dari kalsium dan fosfat, serta kolagen yang merupakan protein jaringan ikat berfungsi untuk mengikat mineral tersebut.

Kalau kita umpamakan, tulang rangka itu seperti rumah. Bagian mineralnya adalah batu batanya, sedangkan bagian kolagennya adalah semennya. Bayangkan kalau rumah hanya ditumpuk batu bata tanpa semen, pasti mudah roboh tertiup angin. Begitu juga dengan tulang kita  agar kuat, batu batanya harus direkatkan oleh kolagen,” jelasnya.

Frida menambahkan bahwa tulang tidak hanya tumbuh panjang dan tebal, tetapi juga bertambah dalam hal densitas atau kepadatan.
Pada masa remaja, terjadi peningkatan densitas tulang paling signifikan.

Puncak kepadatan tulang biasanya terjadi pada usia 20–30 tahun, kemudian setelahnya akan menurun secara alami.

Ia menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepadatan tulang. Salah satunya adalah faktor genetik yang tidak dapat dimodifikasi. Namun, masih ada faktor lain yang bisa diperbaiki dan dioptimalkan, seperti memastikan anak mengalami pubertas secara normal.

Pengaruh hormon sangat besar terhadap peningkatan kepadatan tulang, terutama saat masa remaja. Hormon estrogen pada anak perempuan dan hormon testosteron pada anak laki-laki merupakan hormon antiosteoporotik yang paling kuat,” tutur Frida.

Selain hormon, aktivitas fisik seperti olahraga juga menjadi faktor penting. Tekanan mekanik (mechanical force) dari aktivitas tersebut membantu meningkatkan kekuatan dan kepadatan tulang.

Menurut dr. Frida, pada anak-anak maupun remaja, olahraga yang dianjurkan adalah aktivitas yang memberikan beban berulang (repetitif) pada tulang dan otot.
Misalnya, olahraga lari yang memberikan beban dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Selain olahraga, faktor nutrisi juga berperan penting terhadap kepadatan tulang, yang terdiri atas makronutrien dan mikronutrien.
Beberapa zat gizi yang berperan besar di antaranya adalah vitamin D, kalsium, mineral, dan fosfat.

Anak tidak boleh terlalu gemuk maupun terlalu kurus. Dari sisi makronutrien, contohnya karbohidrat dan protein. Yang paling penting untuk tulang adalah vitamin D dalam kadar optimal, serta kalsium dan mineral seperti magnesium dan zinc,” jelas Frida.

Lebih lanjut, Frida menjelaskan bahwa osteoporosis pada anak terbagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sekunder.
Osteoporosis primer disebabkan oleh kelainan genetik bawaan, yang paling sering dikenal dengan istilah osteogenesis imperfecta (OI).

Sementara itu, osteoporosis sekunder pada anak dapat disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya leukemia, rheumatoid arthritis, gangguan ginjal, serta kelainan endokrin seperti pubertas yang terlambat.

Menurut Frida, tanda-tanda yang perlu dicurigai pada anak dengan OI bisa diketahui sejak dalam kandungan, misalnya saat USG menunjukkan adanya patah tulang.

Begitu lahir, biasanya tampak tulangnya bengkok-bengkok. Jika ada riwayat serupa dalam keluarga, kemungkinan risikonya lebih tinggi. Anak dengan tubuh pendek, tungkai atau lengan bengkok juga bisa mengindikasikan adanya OI,” tutur Frida.

Artikel Terkait