Bank Swasta Dorong Pemerintah Tinjau Ulang DHE SDA di Himbara

foto/istimewa

sekilas.co – Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) mengakui bahwa sejumlah bank swasta meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan penempatan devisa hasil ekspor dari komoditas dan pengolahan sumber daya alam (DHE SDA) di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Ketua Umum Perbanas sekaligus Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Hery Gunardi, menyatakan bahwa anggota Perbanas yang bukan Himbara ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut.

Baca juga:

“Memang ada diskusi di Perbanas [terkait DHE]. Iya, yang dulu pernah [bank swasta bisa menyimpan DHE Swasta], ingin ada diskusi,” kata Hery saat ditemui di sela-sela acara BRI di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Hery menegaskan, hasil diskusi tersebut nantinya akan disampaikan oleh Perbanas kepada regulator terkait, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

Meski demikian, Hery menekankan bahwa tugas Perbanas hanya mengakomodir keluhan tersebut, sementara keputusan akhir tetap bergantung pada pemerintah. “Jadi apa yang diputuskan pemerintah, kita ikut,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan merevisi aturan terkait DHE SDA. Pemerintah akan mewajibkan penempatan DHE SDA di Himbara, yang berlaku efektif mulai Januari 2026.

Purbaya menjelaskan, aturan tersebut sedang difinalisasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan telah disampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara untuk proses lanjutan.

“Saya baru kirim Mensesneg itu [draf revisinya]. Nanti sebentar lagi keluar, [dan] efektif Januari,” kata Purbaya di Istana Kepresidenan, Senin (15/12/2025).

Menanggapi kekhawatiran soal potensi sentralisasi likuiditas dan industri keuangan akibat kewajiban penempatan DHE SDA di bank pelat merah, Purbaya menilai kebijakan ini justru diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan devisa nasional.

Menurut dia, kebijakan sebelumnya terbukti belum memberikan dampak signifikan terhadap ketahanan devisa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah memilih mengubah pendekatan kebijakan agar manfaatnya dapat dirasakan secara nyata.

“Hal yang pertama adalah kita betul-betul bisa mengendalikan devisanya. Kan selama ini impactnya hampir nol. Kalau Anda lihat, kalau kita terus ikuti langkah lama dan berdoa, hasilnya nol terus,” ujarnya.

“Jadi kita ubah kebijakannya untuk melihat seberapa efektif kebijakan itu. Saya pikir ini yang terbaik,” tegasnya.

Revisi PP Nomor 8 Tahun 2025 saat ini telah hampir rampung dan dalam waktu dekat akan diundangkan.

Artikel Terkait