Selain modal kerja, Jenny menyampaikan bahwa BYAN menerima pinjaman nontunai berupa garansi yang dikurangi dari US$ 80 juta menjadi US$ 25 juta. Selain itu, BYAN memperoleh fasilitas treasury line sebesar US$ 25 juta untuk transaksi valuta asing, dan jatuh tempo fasilitas perbankan diperpanjang dari 24 Oktober 2025 menjadi 24 Oktober 2028.
Jenny menjelaskan bahwa fasilitas perbankan ini digunakan untuk membiayai modal kerja sekaligus mendukung operasional dan kebutuhan transaksi valas BYAN beserta anak usahanya. “Fasilitas ini dijamin dengan jaminan perusahaan yang diberikan oleh PT Bara Tabang dan PT Fajar Sakti Prima, yang merupakan anak usaha perseroan,” ujarnya.
Selain itu, Jenny menyampaikan bahwa fasilitas ini memberikan dampak positif terhadap operasional, aspek hukum, dan kondisi keuangan perseroan. BYAN pun memiliki kesempatan untuk meningkatkan alokasi dana. “Fasilitas ini akan digunakan untuk memperluas alokasi dana dalam rangka membiayai kegiatan operasional serta kebutuhan transaksi valas perseroan dan anak perusahaannya,” tambahnya.
Pada Juli 2025, BYAN mengumumkan akuisisi terminal khusus batu bara di Desa Sebelang, Muara Pahu, Kutai Barat, Kalimantan Timur, milik PT Fajar Sakti Prima (FSP). Setelah akuisisi tersebut selesai, Bayan Resources berencana mengembangkan fasilitas pendukung terminal dengan menunjuk PT Nirmala Matranusa (NMN) sebagai pelaksana konstruksi.
Manajemen menyatakan bahwa aksi korporasi senilai Rp 3,3 triliun ini merupakan transaksi afiliasi karena FSP dan NMN merupakan anak usaha perseroan. “Perseroan, PT FSP, dan PT NMN dikendalikan oleh pihak yang sama, yaitu Dato’ Low Tuck Kwong,” ujar Bayan Resources dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Senin, 21 Juli 2025.
Perjanjian jasa dengan NMN dibuat untuk jangka waktu delapan bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp 151 miliar.