Sekilas.co – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan bank-bank Himbara agar berhati-hati dalam menyalurkan dana Rp200 triliun supaya tidak menimbulkan kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).
Purbaya menegaskan, manajemen perbankan harus cermat dalam mengelola penyaluran kredit. Jika pemberian pinjaman dilakukan tanpa kehati-hatian hingga berujung NPL, menurutnya pihak bank wajib bertanggung jawab.
“Perbankan itu harusnya cukup pintar. Kalau kasih pinjaman tidak hati-hati lalu jadi NPL, ya mestinya mereka dipecat,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Ia juga menepis anggapan bahwa permintaan kredit sedang rendah ketika kebijakan penempatan dana ini dikeluarkan. Purbaya mencontohkan pengalaman tahun 2021, di mana pertumbuhan kredit tetap terjadi meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih. Injeksi likuiditas kala itu mampu mendorong peningkatan penyaluran kredit.
“Kita inject uang ke sistem pada Mei 2021. M0 tumbuh double digit, dan hampir bersamaan kredit juga naik. Secara teori, ini terkait dengan ‘opportunity cost of money’. Saat bunga turun dan uang beredar banyak, orang jadi lebih berani belanja, sementara perusahaan juga lebih percaya diri untuk ekspansi,” jelasnya.
Purbaya memperkirakan dampak penempatan dana Rp200 triliun terhadap pertumbuhan kredit akan terlihat dalam satu bulan, sedangkan pengaruhnya ke perekonomian secara keseluruhan diperkirakan muncul dalam dua hingga tiga bulan.
Pemerintah menempatkan dana tersebut pada lima bank mitra untuk memperkuat likuiditas perbankan nasional, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, dan BSI.
Ketentuan ini tertuang dalam KMK Nomor 276 Tahun 2025 yang ditandatangani Menkeu Purbaya pada 12 September 2025. Setiap bank penerima wajib menyampaikan laporan penggunaan dana kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti setiap bulan.
Adapun besaran penempatan dana berbeda di tiap bank: BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, serta BSI Rp10 triliun.





