Ahli Lingkungan IPB Soroti Kerusakan Terumbu Karang Akibat Alat Berat di Minajaya

foto/istimewa

Sekilas.co – Polemik proyek tambak udang di pesisir Pantai Minajaya, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, kembali menjadi perhatian publik. Kasus ini mencuat setelah warga memprotes aktivitas alat berat yang diduga merusak hamparan terumbu karang di kawasan tersebut.

Pakar Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan IPB University, Aceng Hidayat, menilai perlu adanya kejelasan mengenai status karang yang terdampak. Ia menegaskan bahwa perbedaan antara karang hidup dan karang mati sangat menentukan legalitas dan izin kegiatan proyek tambak udang itu.

Baca juga:

“Masalah karang ini perlu dipastikan apakah masih hidup atau sudah mati. Kalau karang hidup, tentu tidak boleh dijadikan lokasi tambak, karena karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang dilindungi, meskipun belum masuk kawasan konservasi,” ujar Aceng, Selasa (11/11/2025).

Menurutnya, baik karang hidup maupun karang mati tetap membutuhkan izin pemanfaatan yang sah. Setiap aktivitas proyek, lanjut Aceng, harus berdasarkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang telah disetujui, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan.

“Prinsipnya, izin itu wajib. Semua kegiatan harus mengacu pada Amdal, dan masyarakat punya hak untuk mengetahui serta ikut memantau dampaknya,” tegasnya.

Aceng juga menyoroti pentingnya memastikan lokasi proyek tidak berada di kawasan konservasi laut. Ia menegaskan, terumbu karang berfungsi sebagai habitat penting bagi ikan dan biota laut yang menopang kehidupan nelayan di pesisir.

“Kalau kawasan itu termasuk konservasi, izinnya seharusnya tidak keluar. Bahkan kalau bukan kawasan konservasi tapi karangnya masih hidup dan memiliki fungsi penting bagi ekosistem, proyek sebaiknya tidak diteruskan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Aceng mengingatkan agar seluruh kegiatan proyek berjalan sesuai prosedur hukum. Ia menilai aktivitas seperti penggalian atau pembersihan lahan tidak boleh dilakukan sebelum semua izin resmi diterbitkan.

“Tidak boleh proyek dimulai dulu baru izinnya menyusul. Semua harus tertib dan dimulai dengan izin yang lengkap,” katanya.

Terkait langkah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat yang menghentikan sementara proyek tambak udang di Minajaya, Aceng berharap kebijakan itu bukan sekadar upaya meredam kemarahan warga.

“Jangan hanya dihentikan sementara untuk menenangkan publik. Yang penting, bereskan dulu semua perizinannya, dan perusahaan wajib membuka dokumen izin kepada masyarakat,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan agar penghentian sementara tidak menjadi celah bagi perusahaan untuk tetap beroperasi diam-diam. “Jangan sampai sekarang dihentikan sementara tapi di lapangan tetap jalan,” tegasnya.

“Kita terlalu sering berharap aturan ditegakkan, tapi faktanya sering diabaikan. Bisnis seharusnya berorientasi pada keberlanjutan. Jadi, selesaikan dulu perizinan sebelum beroperasi,” pungkasnya.

Sebelumnya, viral sebuah video yang memperlihatkan alat berat jenis ekskavator tengah menghantam terumbu karang di Pantai Minajaya, Sukabumi. Aksi itu membuat warga sekitar geram dan menuntut penjelasan pemerintah daerah.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi, Dede Rukaya, mengungkapkan bahwa proyek tambak udang milik PT BSM belum memiliki seluruh izin lengkap di tingkat daerah.

Informasi dari DPTR, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) sudah diterbitkan oleh ATR/BPN. Selanjutnya masih menunggu persetujuan lingkungan yang bisa dicek ke DLH. Di DPMPTSP sendiri belum ada permohonan PBG pada SIMBG,” kata Dede.

Sementara itu, Perwakilan PT BSM, Muklis, membenarkan bahwa pihaknya memang melakukan kegiatan di kawasan pesisir Minajaya. Ia menyebut pekerjaan tersebut merupakan pemasangan pipa yang telah mendapat izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Jadi kami sudah punya izin. Kami mulai dari UKL-UPL, dan pihak Kementerian Kelautan sudah survei ulang ke lokasi. Selama di situ tidak ada mangrove dan tidak ada gresi, itu menjadi indikator bahwa lokasi masih bisa digunakan,” jelas Muklis.

Menurutnya, hasil survei juga menyatakan bahwa karang di lokasi tersebut sudah dalam kondisi mati. “Kalau karangnya sudah mati tidak masalah, asalkan pembobokannya tidak berlebihan. Sesuai dengan ukuran yang kami ajukan dalam izin,” ujarnya.

“Jadi, sejauh ini tidak ada masalah karena semua sudah sesuai izin dari Kementerian Kelautan,” tambah Muklis.

Artikel Terkait