ADB Salurkan Pinjaman Rp2,99 Triliun untuk Proyek Panas Bumi di Indonesia

foto/istimewa

sekilas.co – Bank Pembangunan Asia (ADB) menyetujui pinjaman sebesar 180 juta dolar AS, atau sekitar Rp2,99 triliun, untuk mendukung PT Geo Dipa Energi (Persero) dalam meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia.

Pembiayaan ini akan digunakan untuk menyelesaikan konstruksi dan uji operasional dua unit pembangkit listrik tenaga panas bumi di Pulau Jawa, masing-masing berkapasitas 55 megawatt, menurut keterangan ADB dalam rilis pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Baca juga:

Proyek ini akan menyuplai listrik beban dasar (base load) yang ramah lingkungan ke jaringan Jawa-Bali, dan diperkirakan mampu mengurangi emisi karbon lebih dari 550.000 ton CO₂ per tahun.

“Kami siap melanjutkan kerja sama erat untuk meningkatkan kapasitas panas bumi Indonesia dan mempercepat peralihan menuju masa depan energi yang lebih bersih dan tangguh,” ujar Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga.

Ia menambahkan bahwa Geo Dipa memainkan peran penting sebagai katalis dalam pengembangan energi panas bumi nasional.

Menurut Tominaga, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, mencapai 29 gigawatt, dengan kapasitas terpasang sebesar 2,1 gigawatt, terbesar kedua secara global.

Namun, pengembangannya masih menghadapi tantangan, seperti biaya tinggi, durasi proyek yang panjang, dan risiko eksplorasi yang besar.

Proyek yang dimulai sejak 2020 ini tidak hanya mendukung eksplorasi dan pembangkitan listrik, tetapi juga memperkuat kapasitas Geo Dipa dalam perencanaan, pelaksanaan proyek, dan pengeboran, yang didukung pemerintah untuk menarik investasi swasta.

Sebelumnya, pada 2023, ADB telah memproses tambahan pembiayaan pertama berupa hibah senilai 10 juta dolar AS, atau sekitar Rp166,25 miliar, dari Dana Jepang untuk Mekanisme Pengkreditan Bersama (JFJCM), yang digunakan untuk pemasangan teknologi canggih pada pembangkit listrik Patuha Unit 2.

ADB merupakan bank pembangunan multilateral yang didirikan pada 1966 dan dimiliki oleh 69 negara anggota, termasuk 50 negara di kawasan Asia dan Pasifik.

Artikel Terkait