Sekilas.co – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni memastikan Tim Kerja atau Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penetapan Hutan Adat bekerja untuk mempercepat penyelesaian masalah kepastian hukum hutan adat.
Ia memperkirakan, hingga akhir 2025, sekitar 70 ribu hektare hutan adat bisa ditetapkan kepastian hukumnya melalui kinerja satgas tersebut.
“Sampai akhir tahun ini, mudah-mudahan bisa ada penambahan 70 ribu hektare,” kata Raja Antoni saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa sejak 2016 hingga 2024, sudah ada 332 ribu hektare hutan adat yang memperoleh kepastian hukum.
Meski demikian, Raja Antoni menekankan masih terdapat sekitar 1,4 juta hektare kawasan yang berpotensi ditetapkan sebagai hutan adat.
“Dengan adanya task force ini, mudah-mudahan bisa mempercepat penyelesaian berbagai bottleneck, kesulitan, dan tantangan yang ada. Satgas ini hadir untuk membantu hal tersebut,” ujarnya.
“Jadi dalam satu tahun ini, dengan menemukan pola dan metode baru, diharapkan pada tahun kedua nanti proses penetapan bisa lebih cepat. Sehingga apa yang dikerjakan selama delapan tahun lalu, mungkin bisa kami lampaui dalam waktu lebih singkat,” tambahnya.
Raja Antoni juga menegaskan bahwa Satgas Percepatan Penetapan Hutan Adat bekerja secara inklusif dalam penyelesaian kepastian hukum.
“Kami membentuk task force ini sebagai kelompok kerja percepatan penetapan hutan adat, yang anggotanya inklusif. Di dalamnya terdapat akademisi dari universitas, aktivis, serta LSM yang selama ini melakukan advokasi hutan adat masyarakat,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Senin (15/9), Menhut menyebut Satgas tersebut melibatkan beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Cendrawasih (Uncen) Jayapura, serta LSM lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Raja Antoni menambahkan, percepatan penetapan hutan adat ini merupakan bagian dari Asta Cita ke delapan, yakni memperkuat harmoni antara pembangunan, alam, hutan, dan budaya.





