Likuiditas Perbankan Menguat, OJK Soroti Dampak Dana Rp200 Triliun

foto/istimewa

Sekilas.co – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kondisi likuiditas perbankan nasional mengalami penguatan usai adanya penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke dalam lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Dana jumbo ini resmi disalurkan sejak 12 September 2025, dan langsung memberi dampak positif pada ketersediaan alat likuid perbankan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penguatan ini terlihat dari dua indikator utama, yakni rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) dan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD). Keduanya tercatat berada di atas ambang batas (regulatory threshold) yang ditetapkan regulator.

Baca juga:

“Likuiditas perbankan masih relatif solid. Hal itu tercermin dari rasio AL/DPK maupun AL/NCD yang terjaga di atas regulatory threshold setelah adanya tambahan DPK pada bank-bank Himbara. Artinya, penempatan dana pemerintah benar-benar memberi dorongan nyata terhadap kondisi likuiditas,” ujar Dian dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu.

Data OJK menunjukkan, rasio AL/DPK naik signifikan dari 24,01 persen per 4 September menjadi 25,57 persen per 12 September 2025. Sementara itu, rasio AL/NCD meningkat dari 106,92 persen menjadi 113,73 persen pada periode yang sama. Peningkatan ini terutama ditopang oleh bank-bank BUMN yang mendapatkan tambahan dana pemerintah dan langsung memperlihatkan perbaikan pada indikator likuiditasnya.

Tidak hanya itu, pada Agustus 2025 lalu, pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) juga sama-sama mencatat kinerja positif. Kredit tumbuh sebesar 7,56 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), sedangkan DPK naik 8,63 persen (yoy). Dengan perkembangan ini, rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) perbankan nasional berada di level 86,03 persen, yang dinilai masih sehat.

Menurut Dian, kondisi tersebut menunjukkan perbankan nasional saat ini memiliki bantalan likuiditas yang cukup kuat, sehingga memberi ruang lebih luas bagi bank untuk menyalurkan kredit di masa mendatang.

“Tambahan dana pemerintah plus pertumbuhan alat likuid yang terjaga sehat membuat bank punya kapasitas untuk meningkatkan pembiayaan ke sektor riil,” jelasnya.

Adapun penempatan dana Rp200 triliun tersebut dilakukan melalui Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025. Dari total alokasi tersebut, Bank BRI, BNI, dan Mandiri masing-masing mendapat Rp55 triliun, BTN memperoleh Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) kebagian Rp10 triliun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menambahkan, langkah ini merupakan strategi pemerintah dalam memanfaatkan dana saldo anggaran lebih (SAL). Menurutnya, injeksi dana tersebut tidak hanya memperkuat likuiditas perbankan, tetapi juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit serta menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran di sektor keuangan.

“Ketika dana masuk ke sistem perbankan, otomatis likuiditas bertambah. Dampaknya, bunga pasar akan cenderung turun secara perlahan. Dengan begitu, ruang pembiayaan bagi dunia usaha maupun konsumsi masyarakat bisa lebih terbuka,” ujar Purbaya.

Dengan adanya penguatan likuiditas ini, baik OJK maupun pemerintah optimistis perbankan akan lebih siap mendukung pembiayaan ekonomi ke depan, terutama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Artikel Terkait