Sekilas.co – Sebanyak sembilan artis lokal asal Kota Maumere, Kabupaten Sikka, dipastikan akan meramaikan panggung hiburan dalam gelaran Festival Jelajah Maumere yang akan berlangsung pada 17–20 September 2025 mendatang.
Para talent lokal yang dijadwalkan tampil antara lain: Ones n Viksan, David n Friends, Berno Gagi, MetalZone Band, Kangat, Moodbreakers, Kevin Remixer feat Oliva Helmin, Calypso, dan Black Face. Mereka akan menghibur ribuan warga Sikka dari panggung utama yang dipusatkan di Lapangan Umum Kota Baru, Maumere.
Namun demikian, tidak terlihat nama Alfred Gare, musisi kebanggaan masyarakat Sikka, dalam daftar penampil. Beredar kabar bahwa ia sedang bersama Pax Grup untuk tampil dalam ajang Tour de Entete yang digelar di tempat lain pada waktu bersamaan.
Selain pertunjukan musik lokal, Festival Jelajah Maumere 2025 juga diperkirakan akan berlangsung meriah berkat kemasan acara yang atraktif dan menghibur. Selama empat hari penyelenggaraan, panitia akan menghadirkan berbagai kegiatan seni dan budaya yang menarik perhatian publik.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sikka, Even Edomeko, pada Jumat (12/9), menyebutkan bahwa rangkaian acara meliputi pawai budaya, pawai kendaraan hias bertema pangan lokal, pameran, atraksi budaya, permainan rakyat, pentas seni, fashion show, hingga kegiatan olahraga seperti fun bike dan fun run.
Berbagai komunitas dan elemen masyarakat dilibatkan, termasuk sanggar binaan, paguyuban budaya, sekolah-sekolah, perguruan tinggi, instansi pemerintah, pegiat seni, hingga puluhan pelaku UMKM.
Tak hanya dari Sikka, pelaku UMKM dan seniman dari berbagai daerah lain di Nusa Tenggara Timur juga telah memastikan keikutsertaan, di antaranya dari Labuan Bajo, Ende, Larantuka, Lewoleba, Borong, dan Kota Kupang. Kabupaten Lembata bahkan secara khusus akan mengirim duta seni untuk tampil di panggung pentas seni.
Festival ini mengusung tema “Wini Ronan(g)”, yang dalam bahasa Sikka berarti lumbung benih. Menurut Even Edomeko, tema ini dipilih karena budaya masyarakat Sikka banyak bertumbuh dari tradisi bertani dan berladang, yang sarat dengan kearifan lokal.
Ia mencontohkan, dalam proses penyiapan lahan, masyarakat mengenal tradisi kerja sama yang juga merupakan bagian dari ritus dan seni, seperti Sako Seng. Saat tanaman diserang hama, leluhur melakukan ritus pengusiran seperti fu teu di Kecamatan Paga dan Mego, atau wotan wurat di Kecamatan Hewokloang.
Tradisi syukur panen juga melahirkan ekspresi budaya berupa tarian dan nyanyian, seperti Tarian Togo Pare, Tari Ga’i, dan lainnya. Bahkan, keyakinan masyarakat tentang asal-usul padi pun diwujudkan dalam cerita rakyat berjudul “Dua Nalun Pare”.





