Kemkomdigi Gunakan Energi Surya untuk Operasikan BTS di Wilayah 3T

foto/istimewa

sekilas.co – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) memanfaatkan energi alternatif dari sinar matahari untuk mengoperasikan sejumlah Base Transceiver Station (BTS) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

“Di beberapa daerah, kami sudah menggunakan energi yang tidak bergantung pada listrik PLN, melainkan bersumber dari tenaga matahari,” ujar Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kemkomdigi, Raden Wijaya Kusumawardhana, dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Kamis.

Baca juga:

Wijaya menjelaskan bahwa sebagian BTS yang berlokasi di Papua, Papua Pegunungan, dan wilayah terpencil lainnya kini beroperasi menggunakan energi surya demi menjaga agar akses internet di daerah tersebut tetap berjalan lancar.

“Infrastruktur digital harus berjalan seiring dengan infrastruktur energi, karena dalam proses digitalisasi, konektivitas tidak akan tercapai tanpa dukungan energi,” tambahnya.

Meskipun pasokan energi dari panel surya tidak selalu sama dengan ketersediaan listrik konvensional, infrastruktur BTS tetap mampu menyediakan akses jaringan di wilayah 3T, terutama untuk menunjang kebutuhan masyarakat serta sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan.

“Paling tidak, BTS memberikan kesempatan akses internet kepada lembaga pendidikan, fasilitas kesehatan, serta instansi pemerintah, khususnya di bidang pertahanan dan keamanan (hankam),” ujar Raden Wijaya Kusumawardhana.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa konektivitas internet di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) merupakan kewajiban pemerintah untuk diwujudkan, sebagai bentuk nyata keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Transformasi digital tidak mungkin terwujud tanpa konektivitas yang memadai. Presiden Prabowo Subianto dalam visi besarnya juga menekankan bahwa layanan publik akan dilaksanakan secara digital. Karena itu, kita harus memastikan konektivitas hingga ke pelosok dan pos-pos perbatasan,” kata Meutya.

Menurutnya, tantangan utama pembangunan infrastruktur digital di Indonesia adalah kondisi geografis yang luas sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan jumlah penduduk yang besar.

Lebih lanjut, Meutya menekankan bahwa pemerataan akses telekomunikasi bukan hanya soal pembangunan infrastruktur, tetapi juga menjaga kualitas konektivitas di masa mendatang. Upaya tersebut memerlukan waktu dan konsistensi agar keadilan sosial dalam akses internet dapat benar-benar terwujud.

Artikel Terkait