sekilas.co – Produsen otomotif asal Inggris, McLaren, tetap keukeuh menggunakan mesin hibrida dan bensin atau internal combustion engine (ICE) di tengah gempuran global menuju elektrifikasi kendaraan.
Menurut laporan laman Drive, Minggu, Manajer Proyek Hypercar McLaren W1, Heather Fitch, mengatakan bahwa teknologi hybrid yang telah digunakan sejak model P1 (2013) masih sangat relevan untuk jangka panjang.
“Hybrid V8 seperti di Artura, P1, dan Speedtail memberi kami fleksibilitas dan performa luar biasa. Oleh karena itu, kami akan terus menggunakannya,” ujar Fitch.
Ia menambahkan, mesin bensin dan hybrid masih memiliki peran penting dalam pengembangan mobil McLaren di masa depan karena karakter dan performanya yang kuat.
Meski sejumlah produsen mulai menyesuaikan diri dengan aturan emisi baru salah satunya di Australia melalui New Vehicle Efficiency Standard (NVES) McLaren mengaku tidak khawatir.
Saat ini, McLaren hanya memiliki satu model hybrid yang sudah dijual, yaitu Artura.
Model terbaru, McLaren W1, mengusung mesin V8 flat-plane-crank baru yang dipadukan dengan motor listrik berteknologi balap. Kombinasi keduanya menghasilkan tenaga 938 kW dan torsi 1340 Nm, menjadikannya mobil tercepat dan terkuat sepanjang sejarah McLaren.
Sebagai perbandingan, Speedtail memiliki tenaga 772 kW, P1 menghasilkan 674 kW, sementara F1 klasik hanya 461 kW.
Kepala Penjualan McLaren Australia dan Selandia Baru, Dan Hotchin, menegaskan bahwa perusahaan siap mematuhi regulasi di berbagai negara.
“Kami punya tim di Inggris yang berkoordinasi dengan otoritas di seluruh dunia. Jadi kami tidak khawatir,” katanya.
McLaren W1 menjadi penerus terbaru dalam lini hypercar legendaris merek tersebut, melanjutkan warisan dari F1 (1992) dan P1 (2013).





