Kasus Travel Haji Yogyakarta, KPK Gandeng BPK Telusuri Dugaan Korupsi

foto/kompas/haryanti puspa sari

Sekilas.coKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan sejumlah saksi dari lima biro perjalanan haji di Yogyakarta, Selasa (21/10/2025). Langkah ini merupakan bagian dari pendalaman penyidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota haji tahun 2023–2024 yang saat ini tengah diusut oleh KPK.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa keterlibatan BPK dimaksudkan untuk memastikan proses penghitungan potensi kerugian keuangan negara dilakukan secara akurat dan transparan. “Tujuannya agar kami benar-benar bisa menghitung secara objektif berapa sebenarnya nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Selasa malam (21/10).

Baca juga:

Dalam pemeriksaan tersebut, KPK memanggil lima pimpinan biro perjalanan haji di wilayah Yogyakarta. Mereka masing-masing adalah A, Direktur PT Saibah Mulia Mandiri; MI, Direktur PT Wanda Fatimah Zahra; MA, Direktur PT Nur Ramadhan Wisata; TW, Direktur PT Firdaus Mulia Abadi; dan RAA, Direktur PT Hajar Aswad Mubaroq.

Asep menambahkan, pemeriksaan terhadap biro perjalanan haji tidak hanya dilakukan di Yogyakarta, tetapi juga telah dilakukan di sejumlah daerah lain, termasuk Surabaya, guna mengumpulkan keterangan yang lebih komprehensif terkait praktik dugaan penyimpangan distribusi kuota haji tambahan.

“Kami ingin mendapatkan gambaran yang utuh mengenai mekanisme penyaluran kuota, siapa saja pihak yang terlibat, dan sejauh mana terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku,” jelasnya.

Dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024, KPK menduga adanya penyelewengan dalam proses penentuan dan pembagian tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Kasus ini terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Sesuai dengan Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya terdiri atas 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk haji reguler.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dari tambahan 20.000 kuota, seharusnya 18.400 dialokasikan bagi jamaah reguler dan 1.600 untuk jamaah haji khusus. Namun, dalam pelaksanaannya, aturan tersebut diduga tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh pihak Kementerian Agama.

KPK masih terus melakukan penyelidikan untuk memastikan sejauh mana penyimpangan terjadi dan siapa saja pihak yang bertanggung jawab. Hingga saat ini, lembaga antirasuah tersebut belum mengumumkan nama-nama pihak yang berpotensi ditetapkan sebagai tersangka.

Asep memastikan bahwa proses penyidikan akan dilakukan secara mendalam dan berhati-hati. “Kami tidak ingin terburu-buru. Semua harus berdasarkan bukti dan perhitungan yang valid,” tegasnya.

Artikel Terkait