Kenaikan UMP 2026 Ditunggu Buruh, Prediksi Naik 10,5% Jadi Sorotan

foto/bisnis/fanny kusumawardhani

Sekilas.co – Kalangan buruh tengah menantikan keputusan terkait besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026. Pada saat bersamaan, pemerintah membuka peluang untuk menerapkan formula anyar penetapan UMP menjelang tenggat pengumuman pada November nanti.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan bahwa pihaknya masih menggodok finalisasi formula dan evaluasi regulasi pengupahan bersama pengusaha dan serikat pekerja. Aturan yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Pengupahan, yang juga menjadi dasar kenaikan UMP 2025 lalu sebesar 6,5%.

Baca juga:

“Masih kita kaji terus. Itu kan tiap tahun begitu kita, jadi itulah fungsi dialog sosial itu dilakukan. Jangan lupa ada Dewan Pengupahan Nasional yang nanti lebih banyak berperan,” kata Yassierli usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna 1 Tahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto–Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, di Istana Negara, Senin (20/10/2025).

Proses tersebut berlangsung di tengah tuntutan kenaikan UMP 2026 dari kalangan buruh yang terbilang tinggi, salah satunya dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang mengusulkan persentase kenaikan upah sebesar 8,5% hingga 10,5%.

Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan bahwa rentang angka tersebut telah diperhitungkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.168/PUU-XXI/2023 yang mengamanatkan pertimbangan kebutuhan hidup layak (KHL) dalam penetapan upah minimum. Selain itu, penetapan upah juga harus memperhatikan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu berdasarkan ketentuan MK.

“Dewan Pengupahan baru satu kali rapat. Hanya urun rembug tanpa keputusan,” kata Said kepada Bisnis, Selasa (21/10/2025).


Usulan Agar UMP Tidak Dipukul Rata

Sebaliknya, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengusulkan agar persentase kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026 tidak dipukul rata atau disamakan satu angka se-Indonesia. Presiden KSPN Ristadi menilai, kenaikan UMP 2025 lalu yang serempak sebesar 6,5% memang bisa dipandang positif, tetapi berpotensi memperlebar ketimpangan pendapatan antardaerah.

Karena itu, KSPN mengusulkan agar formulasi upah minimum diubah menjadi upah minimum sektoral nasional (UMSN), yakni upah yang disesuaikan berdasarkan jenis dan skala usaha secara nasional. Namun, ia menekankan perlunya masa transisi untuk menyesuaikan kondisi perbedaan upah minimum antarwilayah.

“KSPN sudah mengusulkan secara resmi kepada Presiden RI, ditembuskan ke Menko Perekonomian, Menteri Ketenagakerjaan, dan Ketua Komisi IX DPR RI. Jika formulasi kenaikan upah masih seperti sekarang, maka kesenjangan atau perbedaan upah minimum antardaerah akan semakin tinggi,” kata Ristadi kepada Bisnis.


Rekomendasi Ekonom: Naik di Atas 10%

Dari sisi ekonom, lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) merekomendasikan agar kenaikan UMP 2026 bisa di atas 10%. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyebut, berdasarkan simulasi yang dilakukan, kenaikan UMP sebesar 10% dapat memberikan tambahan output terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp122,2 triliun per tahun.

“Karena kita melihat memang upah minimum harus naik, terutama di daerah-daerah yang upah minimumnya terlalu rendah, seperti Jogja yang sekitar Rp2 juta. Dengan kenaikan upah yang lebih tinggi, logikanya akan ada agregat demand atau permintaan dari pekerja yang naik,” ujar Bhima.

Ia menambahkan, kenaikan UMP dapat meningkatkan daya beli pekerja dan menggairahkan konsumsi domestik, yang selama ini menyumbang lebih dari 50% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.


Pengusaha: Gunakan Rumus PP No. 51/2023

Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, menilai bahwa penentuan UMP sesuai PP No. 51/2023 masih relevan untuk dijalankan. Menurutnya, regulasi tersebut sudah mengatur komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel alfa sebagai faktor produktivitas tenaga kerja.

“Pakai rumus di PP yang terakhir saja, kan ada inflasi plus alfa. Faktor produktivitas tenaga kerja 20% sampai 30%. Tinggal dikalikan saja dengan pertumbuhan ekonomi,” kata Bob di Jakarta.

Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut rumus pasti kenaikan UMP 2026 karena hal itu merupakan kewenangan Dewan Pengupahan.

Pada 2025 lalu, dengan kenaikan 6,5%, UMP tertinggi tercatat di DKI Jakarta sebesar Rp5.396.761, sedangkan terendah di Jawa Tengah sebesar Rp2.169.349.

Artikel Terkait