Ahli Gizi Ajak Masyarakat Kembali ke Pola Makan Tradisional Asia

foto/istimewa

sekilas.co – Ahli gizi Herbalife, Dr. Vipada Sae-Lao, mendorong masyarakat Asia untuk kembali ke pola makan tradisional yang lebih seimbang guna menjaga kesehatan sistem pencernaan di tengah gaya hidup modern yang serba cepat.

Menurutnya, langkah kecil dan konsisten dalam memilih makanan alami bisa menjadi kunci untuk mencapai kesehatan jangka panjang.

Baca juga:

Dalam keterangannya pada Kamis, Dr. Sae-Lao, yang menjabat sebagai Nutrition Education and Training Lead – Asia Pacific Herbalife, menjelaskan bahwa banyak orang kini mencoba memperbaiki gaya hidup melalui perubahan ekstrem, padahal hasil terbaik sering muncul dari kebiasaan sederhana yang fokus pada pencernaan.

“Kesehatan yang lebih baik sering dimulai dari perubahan kecil yang praktis dan berkelanjutan. Semua berawal dari pusat tubuh kita, yaitu saluran pencernaan,” ujarnya.

Dr. Sae-Lao menekankan bahwa pola makan tradisional Asia, yang kaya akan sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, makanan fermentasi, dan rempah alami, secara ilmiah terbukti mampu mendukung kesehatan usus.

Makanan seperti kimchi, miso, yogurt, dan kombucha disebut bermanfaat untuk meningkatkan imunitas, sementara rempah alami seperti jahe, kunyit, dan bawang putih membantu menjaga keseimbangan pencernaan.

Ia juga menekankan pentingnya kebiasaan makan dengan penuh kesadaran, seperti mengunyah perlahan, menikmati makanan tanpa gangguan, serta menjaga hidrasi dan kualitas tidur. “Bukan perubahan drastis yang dibutuhkan, tetapi langkah kecil yang sadar dan konsisten,” katanya.

Lebih jauh, ia menyoroti pergeseran pola makan masyarakat Asia yang mulai menjauh dari tradisi lokal kaya serat dan gizi menuju makanan cepat saji dan olahan. Pergeseran ini, menurutnya, meningkatkan berbagai keluhan pencernaan seperti perut kembung, asam lambung, dan gangguan iritasi usus.

Mengutip Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, Dr. Sae-Lao menyebut hanya 3,3 persen masyarakat Indonesia yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai anjuran, sementara 96,7 persen lainnya masih di bawah standar harian yang direkomendasikan.

Ia menegaskan pentingnya memahami peran saluran pencernaan, yang sering disebut sebagai “otak kedua”, karena sistem ini memengaruhi imunitas, energi, metabolisme, hingga kesehatan mental. Ketidakseimbangan nutrisi, kata dia, dapat mengganggu mikrobioma usus dan memicu peradangan yang berujung pada gangguan pencernaan kronis.

Dr. Sae-Lao juga mengingatkan masyarakat untuk mendengarkan kebutuhan tubuh dan kembali pada kebijaksanaan pangan tradisional.

Saluran pencernaan Anda dapat menjadi penunjuk jalan, cukup dengarkan baik-baik,” ujarnya.

Artikel Terkait