Mediasi Gugatan Demo Agustus Berlangsung Tanpa DPR, Kapolri, dan Presiden

foto/istimewa

Sekilas.co – Sidang perkara gugatan terkait kerusuhan demonstrasi yang terjadi pada Agustus 2025 kini telah memasuki tahap mediasi. Proses tersebut berlangsung tanpa dihadiri oleh tiga pihak penting, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), serta Presiden RI.

“Sidang minggu depan akan dilanjutkan dengan agenda mediasi,” ujar kuasa hukum penggugat, Muhamad Zainul Arifin, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025). Ia menjelaskan bahwa dalam sidang kali ini, pihak yang hadir hanya Kapolda Metro Jaya selaku tergugat II dan Gubernur DKI Jakarta sebagai turut tergugat II, yang keduanya diwakili oleh tim kuasa hukumnya.

Baca juga:

Sementara itu, pihak DPR RI (tergugat I), Kapolri (turut tergugat I), dan Presiden RI (turut tergugat III) kembali tidak hadir dalam persidangan, termasuk kuasa hukumnya. “Sudah tiga kali dipanggil secara resmi, tapi tetap tidak hadir,” ungkap Muhamad.

Majelis hakim kemudian memutuskan untuk menganulir ketiga pihak tersebut karena dianggap tidak menggunakan haknya untuk hadir di persidangan.

Menurut Zainul, konsekuensi dari ketidakhadiran itu adalah mereka tetap harus tunduk terhadap putusan pengadilan. “Oleh sebab itu, minggu depan mediasi akan dilanjutkan hanya antara pihak kami dengan Kapolda dan Gubernur,” tambahnya.

Majelis hakim memberikan waktu selama 30 hari untuk pelaksanaan proses mediasi ini.

Penggugat, Anthony Lee, menyampaikan rasa kecewanya terhadap ketidakhadiran pihak DPR, Kapolri, dan Presiden. Ia menilai, ketiganya seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “DPR itu kayak plin-plan, karena sebelumnya kuasa hukumnya sempat hadir di dua sidang pertama, tapi kali ini tidak datang,” ujar mahasiswa Podomoro University tersebut.

Anthony juga mempertanyakan absennya kuasa hukum dari Presiden dan Kapolri. Menurutnya, sikap tersebut bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap pengadilan dan upaya meremehkan gugatan yang ia ajukan.

Perkara ini tercatat dengan nomor 619/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Dalam gugatannya, Anthony menilai para tergugat dan turut tergugat gagal menjamin rasa aman masyarakat selama gelombang demonstrasi pada Agustus lalu.

Berdasarkan petitum yang diajukan, Anthony meminta majelis hakim untuk mengabulkan seluruh tuntutannya dan menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Ia juga menegaskan adanya hubungan kausalitas langsung antara tindakan para tergugat dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat.

Dalam petitumnya, Anthony meminta majelis hakim menghukum para tergugat dan turut tergugat secara tanggung renteng (hoofdelijke aansprakelijkheid) untuk membayar kerugian materiil senilai Rp1,05 triliun serta kerugian immateriil sebesar Rp1,4 triliun.

“Total kerugian yang kami minta untuk diganti mencapai Rp2,45 triliun,” bunyi salah satu poin dalam gugatan tersebut.

Artikel Terkait