sekilas.co – Pada pembukaan perdagangan Kamis di Jakarta, nilai tukar rupiah menguat 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp 16.573 per dolar Amerika Serikat, naik dari sebelumnya Rp 16.576 per dolar AS.
Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menyebut penguatan rupiah dipengaruhi meredanya kekhawatiran terkait perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan bergerak menguat di kisaran Rp 16.520–Rp 16.620, seiring berlanjutnya tren penurunan indeks dolar global akibat meredanya kekhawatiran perang dagang AS dan Cina. Pernyataan dari pejabat kedua negara berhasil menenangkan pelaku pasar,” ujar dia kepada Antara di Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.
Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, akan menunda penerapan tarif 100 persen terhadap Cina hingga tahun depan.
Tarif tersebut, dilaporkan Anadolu, terkait ancaman Presiden AS Donald Trump terhadap barang-barang asal Cina dan pembatasan ekspor perangkat lunak penting. Rencananya, Trump akan memberlakukan tarif ini pada 1 November 2025 atau lebih cepat, tergantung langkah yang diambil Cina selanjutnya.
Ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina kembali muncul setelah Cina pada Kamis, 9 Oktober 2025, mengumumkan pembatasan ekspor unsur tanah jarang, memperluas kontrol atas teknologi pemrosesan dan manufaktur. Kebijakan ini juga melarang kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin pemerintah terlebih dahulu.
Kementerian Perdagangan Cina menyatakan pembatasan ekspor unsur tanah jarang dilakukan untuk menjaga keamanan dan kepentingan nasional, termasuk pengendalian ekspor teknologi penambangan, peleburan, pemisahan, produksi material magnetik, serta daur ulang sumber daya sekunder.
Di sisi lain, Duta Besar Cina untuk Amerika Serikat, Xie Feng, menyampaikan bahwa perang tarif atau perang dagang pada akhirnya tidak akan menguntungkan pihak manapun, seperti dicatat Xinhua.
Oleh karena itu, pemerintah Cina mengajak Amerika Serikat untuk menyelesaikan permasalahan melalui dialog yang didasarkan pada saling menghormati dan konsultasi setara, serta menghindari kembali ke jalur lama yang dapat meningkatkan ketegangan dalam ekonomi dan perdagangan.
Sementara itu, menurut Rully, dari sisi domestik, sentimen terhadap rupiah berpotensi dipengaruhi oleh rilis Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur triwulan III 2025 dan data survei Bank Indonesia (BI) terkait aktivitas dunia usaha.
“PMI Manufaktur triwulan III 2025 diperkirakan lebih rendah dibanding periode sebelumnya, namun masih berada di zona ekspansif,” kata Rully.





