ICW Pertanyakan Urgensi Pembelian Papan Interaktif untuk Sekolah

foto/istimewa

sekilas.co – Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sejumlah masalah dalam program pengadaan televisi interactive flat panel (IFP) atau smart TV untuk sekolah-sekolah.
Kebijakan pengadaan papan interaktif tersebut dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

Menurut Koordinator Divisi Edukasi Publik ICW, Nisa Zonzoa, pengadaan IFP sebenarnya bukan program yang mendesak.
Hingga saat ini, kata Nisa, ICW belum melihat adanya manfaat nyata dari program yang dimandatkan Presiden Prabowo Subianto itu terhadap perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.

Baca juga:

Nisa mengkritik Presiden Prabowo yang menyebut pengadaan smart TV bertujuan untuk pemerataan pendidikan di Indonesia melalui digitalisasi pembelajaran, khususnya di daerah terpencil yang memiliki keterbatasan guru.

“Jawabannya jelas bukan melalui pengadaan smart TV,” kata Nisa dalam keterangan tertulis, Sabtu, 11 Oktober 2025.

Menurut Nisa, krisis kompetensi guru merupakan persoalan struktural yang hanya dapat diatasi melalui peningkatan kualitas pendidikan guru, pelatihan berkelanjutan, serta distribusi tenaga pendidik yang merata. Sementara itu, kata dia, smart TV hanyalah perangkat keras. Sekolah tetap membutuhkan guru yang mampu mengelola pembelajaran. Tanpa tambahan guru yang kompeten, perangkat tersebut tidak akan memberi nilai tambah.

“ICW menilai pendekatan ini tidak tepat karena tidak menyentuh akar persoalan yang ada dalam pendidikan Indonesia. Bahkan, sangat berisiko menimbulkan pemborosan dan membuka celah korupsi baru,” ujar Nisa.

ICW juga mengkritik proses pengadaan televisi di Kemendikdasmen yang dinilai tidak transparan. Proses tersebut berlangsung dengan mekanisme penunjukan langsung, bukan melalui tender.

“Metode pengadaan barang secara tertutup tanpa tender sangat rentan diselewengkan,” kata Nisa.

Nisa berujar, program pengadaan smart TV lebih berorientasi pada proyek daripada perbaikan kualitas pendidikan.

“Maka ICW mendesak pemerintah untuk segera menghentikan dan mengevaluasi pengadaan smart TV untuk seluruh tingkat sekolah karena rentan praktik korupsi dan bukan solusi atas persoalan pendidikan di Indonesia,” ujar dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani mengungkapkan bahwa anggaran yang disetujui untuk program khusus digitalisasi pembelajaran mencapai Rp 2 triliun. Anggaran tersebut sudah mencakup distribusi interactive flat panel (IFP) atau papan digital interaktif.

“Setahu kami, digitalisasi pembelajaran itu anggarannya Rp 2 triliun tahun 2025. Itu dalam bentuk instruksi presiden,” kata Lalu saat ditemui usai rapat kerja bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Senin, 15 September 2025.

Lalu menjelaskan, sebelumnya Kemendikdasmen telah berdiskusi dengan Komisi X DPR sebagai mitra kerja terkait distribusi IFP tersebut. Program itu, kata dia, merupakan mandat langsung dari kepala negara untuk menyesuaikan sistem pendidikan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi.

Kemendikdasmen menjelaskan bahwa dasar hukum program IFP tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 tentang revitalisasi satuan pendidikan. Instruksi tersebut menekankan pembangunan sekolah unggul sekaligus implementasi digitalisasi pembelajaran.

“Digitalisasi pembelajaran menjadi upaya percepatan agar anak-anak Indonesia dapat mengejar ketertinggalan sekaligus terbiasa dengan keterampilan abad ke-21,” kata Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Gogot Suharwoto dalam program SINIAR episode 12 di kanal YouTube Kemendikdasmen, dikutip pada Senin, 15 September 2025.

Gogot menjelaskan, IFP berbeda dengan televisi pintar yang hanya menyajikan informasi satu arah. Papan interaktif pintar memungkinkan guru dan murid berinteraksi langsung melalui layar sentuh. Konten yang ditampilkan bisa berupa teks, video, audio, gamifikasi, bahkan augmented reality.

Artikel Terkait