Vivo dan APR Batalkan Pembelian BBM Impor dari Pertamina

foto/istimewa

sekilas.co – Wakil Direktur Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa PT Vivo Energy Indonesia batal menyerap BBM base fuel yang diimpor Pertamina. Pernyataan ini disampaikan Achmad dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR, Direktorat Jenderal Migas, dan perwakilan badan usaha SPBU swasta, Rabu, 1 Oktober 2025.

Menurut Achmad, sebelumnya ada dua badan usaha SPBU swasta yang menyatakan minat membeli base fuel Pertamina, yaitu Vivo dan APR (joint venture BP-AKR). Kesepakatan awal sempat dicapai pada Jumat, 26 September 2025. Namun, setelah dilakukan uji coba terhadap produk, keduanya memutuskan membatalkan kerja sama. “Sebelum jam 6 sore kemarin, AKR sudah menyatakan tidak lanjut. Lalu, setelah diskusi lebih lanjut, Vivo juga membatalkan pada pukul 19.40 WIB. APR pun akhirnya tidak melanjutkan,” ujar Achmad.

Baca juga:

Ia menjelaskan bahwa alasan utama batalnya kesepakatan adalah kandungan etanol dalam base fuel yang diimpor Pertamina. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap kargo dari MT Sakura, ditemukan kandungan etanol sebesar 3,5 persen.

Meski angka tersebut masih di bawah batas maksimal 20 persen yang diperbolehkan regulasi, kata Achmad, keberadaan etanol tetap membuat SPBU swasta enggan melanjutkan pembelian. Dengan demikian, hingga saat ini tidak ada satu pun SPBU swasta yang menyerap base fuel Pertamina. “Teman-teman SPBU swasta menyampaikan siap bernegosiasi untuk kargo berikutnya, asalkan kandungannya sesuai spesifikasi masing-masing merek. Karena beda merek, beda spesifikasi,” kata Achmad.

Selain isu kandungan etanol, Pertamina juga membahas sejumlah aspek teknis dan komersial dengan SPBU swasta, antara lain skema transaksi, jumlah base fuel yang dibutuhkan, serta skema komersial dengan pola cost plus fee.

Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga sempat menyampaikan bahwa Vivo sepakat melakukan proses business to business (B2B) dengan Pertamina. Dari total 100 ribu barel kargo impor yang ditawarkan, Vivo awalnya berencana menyerap 40 ribu barel untuk melayani konsumennya.

Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, bahkan sempat mengapresiasi kesepakatan awal dengan Vivo. “Kami menyambut baik semangat kolaborasi ini. Kebijakan ini bukan sekadar soal impor BBM, melainkan tentang bagaimana semua pihak bekerja sama memastikan energi tersedia dan masyarakat dapat terlayani dengan baik,” kata dia melalui keterangan tertulis, Jumat, 26 September 2025.

Roberth menambahkan bahwa mekanisme penyediaan pasokan kepada Vivo akan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. “Harapan kami, dengan niat baik ini, Vivo dapat berkolaborasi sambil tetap menghormati aturan dan aspek kepatuhan di BUMN,” ujarnya.

Skema impor base fuel oleh Pertamina merupakan salah satu kesepakatan yang dicapai antara Kementerian ESDM, badan usaha swasta, dan Pertamina untuk mengatasi kelangkaan BBM di SPBU swasta. Kesepakatan ini diumumkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, setelah menggelar pertemuan dengan perwakilan badan usaha swasta pada Jumat, 19 September 2025.

Dari hasil pertemuan itu, Bahlil mengatakan Pertamina sepakat menjual produk base fuel atau bahan baku BBM yang belum dicampur kepada SPBU swasta. “Artinya yang disalurkan belum dicampur-campur. Jadi pencampuran dilakukan di masing-masing tangki milik SPBU. Ini sudah disetujui, ini solusinya,” kata Bahlil.

Bahlil menjelaskan terdapat empat poin utama hasil kesepakatan antara pemerintah, Pertamina, dan SPBU swasta. Pertama, SPBU swasta wajib membeli pasokan dari Pertamina dengan skema base fuel. Jika sebelumnya Pertamina menawarkan produk BBM siap pakai, kini yang dijual adalah bahan bakunya.

Kedua, untuk menjamin mutu, akan dilakukan pemeriksaan bersama sebelum pengiriman oleh surveyor yang disepakati kedua belah pihak. Ketiga, Bahlil menekankan mekanisme harga harus adil. “Pertamina maupun swasta wajib membuka pembukuan agar tidak ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.

Keempat, Bahlil menambahkan, kesepakatan ini berlaku mulai hari ini dan akan ditindaklanjuti setelah rapat teknis. Pemerintah menargetkan dalam tujuh hari ke depan pasokan BBM hasil skema ini sudah bisa masuk ke Indonesia.

Di sisi lain, Bahlil menegaskan kondisi stok BBM di Pertamina masih aman. Cadangan saat ini cukup untuk 18 hingga 21 hari. “Stok cadangan BBM itu 18 sampai 21 hari, clear. Tidak ada masalah. Jadi tidak perlu ada keraguan. Hanya memang, untuk SPBU swasta cadangannya sudah menipis,” ujarnya.

Artikel Terkait