Sidang Uji Materi UU BUMN Dilanjutkan MK Setelah Uji Formil Rampung

foto/istimewa

sekilas.co – Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan persidangan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) setelah sidang uji formil selesai pekan lalu.

Majelis hakim konstitusi menjadwalkan sidang lanjutan untuk mendengar keterangan DPR dan Presiden pada Kamis, namun parlemen dan pemerintah mengajukan permohonan penundaan.

Baca juga:

“Persidangan pagi atau siang ini seharusnya untuk mendengar keterangan DPR dan pemerintah atau Presiden, tapi Mahkamah, melalui kepaniteraan, menerima surat permohonan penundaan karena keterangan belum siap, baik dari DPR maupun Presiden,” ujar Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Berdasarkan permintaan tersebut, Mahkamah menunda persidangan hingga Senin (13/10). Ketua MK juga berpesan agar tidak ada lagi penundaan mengingat urgensi pengujian materi UU BUMN ini.

“Mohon supaya tidak ada lagi permohonan penundaan, karena ini merupakan perkara yang urgen. Tolong DPR sampaikan tahapan sudah sampai di mana,” tegas Suhartoyo.

Sidang lanjutan awalnya dijadwalkan untuk Perkara Nomor 38/PUU-XXIII/2025, 43/PUU-XXIII/2025, 44/PUU-XXIII/2025, dan 80/PUU-XXIII/2025.

Perkara Nomor 38 diajukan oleh seorang dosen sekaligus advokat, Rega Felix. Ia menguji Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 3AA ayat (2), Pasal 4B, Pasal 9G, Pasal 87 ayat (5), beserta penjelasan Pasal 4B dan Pasal 9G UU BUMN.

Secara pokok, Rega Felix mempertanyakan norma-norma yang memisahkan kerugian badan, termasuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), dari kerugian BUMN sebagai kerugian negara.

Menurutnya, pemisahan semacam itu bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang diamanatkan konstitusi, karena aturan tersebut dianggap dapat mempersulit aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus korupsi.

Karena itu, dalam permohonannya, Rega meminta agar norma tentang kerugian badan dan kerugian BUMN diartikan sebagai kerugian negara, serta organ, pegawai, direksi, dewan, maupun karyawan badan dan BUMN dikategorikan sebagai penyelenggara negara.

Perkara Nomor 43 diajukan oleh tiga mahasiswa, yaitu A Fahrur Rozi, Dzakwan Fadhil Putra Kusuma, dan Muhammad Jundi Fathi Rizky. Mereka menguji Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 3AA ayat (2), Pasal 4B, Pasal 9G, Pasal 87 ayat (5), beserta penjelasan Pasal 4B dan Pasal 9G UU BUMN.

Sementara itu, Perkara Nomor 44 dimohonkan oleh dua perorangan, Heri Hasan Basri dan Solihin. Keduanya meminta agar Pasal 3X ayat (1) serta Pasal 3Y huruf a dan b UU BUMN dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Para pemohon menyatakan kehilangan hak konstitusional untuk melaporkan menteri, organ, dan pegawai badan yang diduga melakukan korupsi. Pasal-pasal tersebut dianggap memberikan perlindungan tertentu sehingga tidak sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Adapun Perkara Nomor 80 diajukan oleh Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS) bersama tiga perorangan warga negara. Mereka menguji Pasal 3F ayat (2) huruf a dan b, Pasal 3G ayat (2) huruf b dan c, Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), serta Pasal 71 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU BUMN.

Artikel Terkait