Akademisi Nilai Pidato Prabowo di PBB sebagai Simbol Kepercayaan Diri Bangsa

foto/istmewa

sekilas.co – Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Harris Arthur Hedar, menilai pidato Presiden RI Prabowo Subianto pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai simbol kepercayaan diri bangsa Indonesia sekaligus diplomasi kebenaran.

Menurutnya, momentum langka dan penting ini bukan sekadar ritual tahunan kepala negara, melainkan menampilkan gaya kepemimpinan tegas, percaya diri, dan berakar pada prinsip moral universal.

Baca juga:

“Dia tidak tampil dengan kalimat berliku, tetapi dengan bahasa lugas menyuarakan kebenaran. Kata-katanya sederhana namun penuh bobot,” ujar Prof. Harris dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Harris menambahkan, retorika khas Prabowo membuat pidatonya tidak hanya terdengar, tetapi juga dirasakan. Presiden menggunakan kutipan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai landasan moral, menegaskan bahwa kesetaraan manusia bukan sekadar jargon, melainkan prinsip yang harus diperjuangkan.

Hal yang paling menonjol menurut Harris adalah keberanian Prabowo menyuarakan keadilan bagi Palestina, isu klasik namun selalu relevan. Presiden menegaskan dunia tidak boleh diam atas penderitaan rakyat Palestina, namun tetap menekankan pentingnya menghormati keamanan Israel.

“Ini keseimbangan diplomatik yang jarang disentuh secara terbuka: berpihak pada keadilan tanpa menutup pintu dialog,” tuturnya. Harris menilai posisi tersebut menegaskan Indonesia sebagai jembatan moral, tegak pada prinsip sekaligus realistis dalam geopolitik.

Pidato Prabowo yang ditutup dengan salam lintas agama dianggap sederhana, namun sarat makna. Dalam satu tarikan napas, pidato tersebut menampilkan Indonesia sebagai bangsa multikultural, religius, dan toleran. Dunia menyaksikan Indonesia tidak hanya berbicara soal HAM dan keadilan, tetapi juga menjadi contoh nyata pluralisme yang hidup.

Resonansi pidato Prabowo terasa lebih luas karena mendapat sorotan media internasional. Media Israel menyoroti penggunaan salam Shalom, sementara publik global mengapresiasi keberanian Presiden menyuarakan isu Palestina tanpa retorika kosong. Sejumlah pemimpin dunia menilai gaya pidato Prabowo tegas sekaligus konstruktif.

“Pidato di PBB kali ini bukan sekadar seremoni, melainkan statement of intent (pernyataan niat),” ujar Harris. Ia menambahkan, dunia melihat Indonesia, melalui Prabowo, berani tampil dengan kepercayaan diri, menggabungkan moralitas universal, kepentingan nasional, dan strategi diplomatik yang seimbang.

Momentum ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan suara moral independen di tengah rivalitas geopolitik. Harris menekankan, Indonesia bukan hanya peserta forum global, tetapi juga penentu arah percakapan dunia.

Pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di New York, Selasa (23/9), Presiden Prabowo menyampaikan pidato berjudul “Seruan Indonesia untuk Harapan” selama 19 menit lebih dalam bahasa Inggris, berbicara ketiga setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden AS Donald Trump.

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo membahas isu kemanusiaan, baik yang dialami warga Palestina maupun sejarah penjajahan yang pernah dialami Indonesia selama berabad-abad.

Artikel Terkait