Sekilas.co – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memproyeksikan tambahan likuiditas Rp25 triliun yang telah resmi ditempatkan pemerintah akan terserap habis pada akhir 2025, seiring terjaganya permintaan kredit di sektor perumahan.
Perseroan menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai langkah untuk mengoptimalkan penyerapan dana tersebut.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, melalui keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, mengatakan bahwa langkah pemerintah cukup membantu mengatasi kondisi persaingan yang ketat antarbank dalam memperoleh pendanaan, terutama yang berbiaya murah, dalam beberapa waktu terakhir.
Dengan adanya tambahan dana segar ini, persaingan bergeser ke upaya bank dalam menyalurkannya menjadi kredit.
“Langkah pemerintah ini telah menggeser persaingan dari likuiditas menjadi persaingan di sisi kredit. Dengan tambahan dana sebesar Rp25 triliun, likuiditas BTN tidak lagi menjadi kendala, setidaknya untuk enam bulan ke depan. Saya memperkirakan dana ini akan terserap habis pada Desember tahun ini,” kata Nixon.
Perkiraan tersebut didasarkan pada rata-rata penyaluran kredit BTN per bulan, yang mencapai sekitar Rp6-7 triliun, baik untuk mendukung ekosistem perumahan yang luas maupun kredit non-perumahan yang kini juga menjadi salah satu penggerak utama realisasi pembiayaan BTN.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke lima bank BUMN, dengan alokasi Rp25 triliun untuk BTN. Dana ini ditujukan untuk disalurkan sebagai kredit ke sektor riil guna mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan jangka waktu pemakaian enam bulan dan opsi perpanjangan.
Nixon menjelaskan bahwa injeksi likuiditas ini mirip dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat pandemi COVID-19, ketika sejumlah dana pemerintah ditempatkan di bank-bank BUMN untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
Pada saat itu, BTN menerima penempatan dana pemerintah sebesar Rp10 triliun untuk disalurkan sebagai kredit. Hasilnya, menurut Nixon, ekonomi secara bertahap pulih, dan bank-bank dapat mengembalikan dana tersebut ke negara setelah dua tahun.
Dalam konteks saat ini, Nixon menilai tambahan likuiditas Rp25 triliun sangat membantu BTN dalam mempercepat realisasi pipeline kredit yang belum diakadkan.
“Demand-nya justru sangat tinggi di BTN. Pipeline kredit kami sebenarnya lebih dari Rp30 triliun. Dengan tambahan likuiditas ini, masalah terselesaikan, dan kredit yang sudah ada di pipeline dapat segera diputuskan agar tidak berpindah ke bank lain,” kata Nixon.
Lebih lanjut, BTN menilai tambahan likuiditas Rp25 triliun juga mendorong perseroan untuk terus menurunkan biaya dana (cost of fund), terutama setelah Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sejak tahun lalu.
Sebagai langkah konkret, Nixon mengungkapkan bahwa BTN telah menurunkan bunga deposito special rate tak lama setelah menerima tambahan dana segar dari pemerintah.
“Waktu pemerintah memutuskan pada Jumat (12/9), Senin (15/9) kami langsung menurunkan bunga special rate deposito sebesar 50 bps. Dana Rp25 triliun ini membantu BTN menurunkan suku bunga dana mahal, dan kami akan memastikan special rate terus turun hingga akhir tahun,” ujar dia.
Nixon menambahkan, langkah ini diharapkan berdampak positif pada profitabilitas BTN, yang akan tercermin pada margin bunga bersih (NIM) perseroan.
Tren penurunan biaya dana di BTN belakangan juga telah mendukung peningkatan net interest margin (NIM), yang naik 139 bps menjadi 4,4 persen hingga semester I 2025.





