Anggota DPR Perlu Perhatian untuk Siswa Sekolah Olahraga

foto/ilustrasi

Sekilas.co – Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyatakan bahwa para siswa yang menempuh pendidikan di sekolah khusus olahraga (SKO) memerlukan perhatian serius terkait eksistensi mereka sebagai atlet sekaligus siswa.

Ia menjelaskan bahwa dua kepentingan tersebut kerap berbenturan, sehingga menimbulkan masalah pendidikan bagi para siswa. Hal ini disampaikannya usai kunjungan kerja spesifik Komisi X ke Solo (Surakarta), Jawa Tengah.

Baca juga:

“Permasalahan utama terletak pada kesinambungan pendidikan atlet dengan jadwal latihan dan pertandingan yang padat. Undang-Undang Keolahragaan Nasional serta Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) perlu menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif. Hal ini penting agar sistem pendidikan tidak berbenturan dengan kebutuhan atlet yang sering mengikuti pemusatan latihan nasional (Pelatnas) dalam waktu lama,” kata Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Terkait hal ini, Fikri mengapresiasi Pemerintah Kota Solo yang telah menunjukkan komitmen mendukung pendidikan keolahragaan. Salah satu bukti keseriusan Kota Solo adalah keberadaan SKO di tingkat SMP.

“Kehadiran sekolah ini menjadi best practice yang patut dicontoh, karena mampu mengintegrasikan pendidikan formal dengan pembinaan prestasi olahraga sejak dini,” ujarnya.

Meski demikian, tantangan muncul ketika siswa SKO melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Di Solo memang sudah tersedia SMA dengan kelas khusus olahraga, namun fasilitas tersebut belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan yang ada.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga telah menyiapkan beberapa SMA dengan kelas khusus olahraga, tetapi kebutuhan sinkronisasi sistem masih terasa mendesak.

Kondisi ini sering membuat para atlet berisiko tertinggal dalam akademik, bahkan ada yang terpaksa tidak naik kelas karena absen satu semester penuh. Padahal, mereka sedang menjalankan tugas mulia untuk mengharumkan nama bangsa di kancah olahraga internasional. Situasi ini menimbulkan dilema, karena hak pendidikan mereka seharusnya tidak boleh terabaikan.

Ke depan, pemerintah pusat diharapkan mengambil langkah lebih serius dalam menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan atlet. Model pendidikan keolahragaan seperti yang berjalan di Solo dapat dijadikan rujukan nasional.

Dengan sistem yang terintegrasi, para atlet dapat mengembangkan prestasi olahraga tanpa harus kehilangan haknya memperoleh pendidikan yang layak.

Artikel Terkait