Patah Tulang saat Main Padel? Dokter Peringatkan Bahayanya Jika Diurut

foto/istimewa

sekilas.co – Cedera ketika bermain padel kini semakin sering terjadi, terutama karena olahraga ini sedang populer di kalangan anak muda urban.

Masalahnya, masih banyak orang yang memilih “jalan cepat” dengan mengurut patah tulang atau cedera berat ke tempat yang dianggap bisa menyembuhkan.

Baca juga:

dr. Giovanno Rachmanda memberikan peringatan mengenai kebiasaan tersebut. Menurutnya, tindakan seperti itu justru berpotensi memperburuk kondisi.

“Kadang masyarakat membawa (cedera) ke tempat yang mereka anggap dapat dipercaya. Kalau hanya soal kepercayaan sih mungkin tak masalah, tapi kalau sudah dekat area patah tulang, sebaiknya jangan. Sebab kalau dimanipulasi, kalau hasilnya lurus ya bagus. Tapi kalau sedang apes, pembuluh darah bisa terjepit,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa penanganan yang salah bisa memicu kondisi yang jauh lebih serius.

“Nanti bisa muncul kondisi yang disebut kompartemen sindrom. Kalau sudah begitu, harus dioperasi. Atau setidaknya pasien pasti akan bertemu dengan dokter bedah,” jelasnya.

Menurut dia, terapis berpengalaman biasanya langsung merujuk pasien ke rumah sakit jika melihat tanda cedera berat.

“Biasanya kalau beruntung, pasien ditangani oleh terapis yang paham. Mereka akan bilang, ‘Oh ini cedera yang tidak bisa kami tangani,’ dan langsung diarahkan ke rumah sakit,” katanya.

Lonjakan Padel
Meningkatnya popularitas padel membuat edukasi kesehatan menjadi semakin penting. Karena itu, Siloam Heart Hospital turut ambil bagian dalam The Luxe Cup: Padel Society Showdown 2025 yang digelar pada 6 Desember di Kula Courts, Alam Sutera.

Acara ini dibuat untuk mendekatkan layanan kesehatan jantung kepada komunitas olahraga urban, sekaligus memberikan dukungan medis langsung di lapangan.

Dalam sesi “Heart-Safe Workout: Apa yang Perlu Anda Tahu?”, dr. Giovanno Rachmanda menyoroti bertambahnya kasus masalah jantung pada usia produktif, termasuk mereka yang rutin berolahraga.

“Kelompok usia produktif kini makin banyak yang memiliki faktor risiko tersembunyi seperti stres, pola makan tinggi gula, kolesterol, dan gaya hidup yang tidak seimbang. Olahraga itu sangat baik, tetapi tetap harus disertai deteksi dini serta memahami tanda-tanda peringatannya,” paparnya.

Artikel Terkait